28 Oktober 2011

Syiar Islam Dilarang, Demokrasi dan Liberalisme Diizinkan?


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Apakah Syiar-syiar Islam Dilarang, sementara Syiar-syiar Demokrasi

dan Liberalisme Diizinkan?!

Sungguh Itu adalah Perang terhadap Islam dan Pemeluknya

Komisi Tinggi untuk Pemilu, berdasarkan undang-undang mengeluarkan keputusan yang melarang penggunaan “syiar-syiar keagamaan dan simbol-simbol yang terkait dengan akidah dan agama”. Keputusan itu juga menyatakan bahwa siapa saja yang melanggarnya akan ditahan dan dijatuhi hukuman penjara dan denda. Padahal konstitusi saat ini menyatakan bahwa agama negara adalah Islam!

Sungguh keputusan jahat ini tidak datang dari ruang hampa. Akan tetapi, keputusan ini berada pada posisi pertama perang terhadap Islam. Ini adalah perpanjangan untuk setiap aktifitas yang berkaitan dengan lilitan revolusi. Hal itu untuk merealisasi apa yang diinginkan sejak asal berupa pemisahan agama dari negara menurut doktrin negara sipil sekuler. Juga untuk menundukkan semua hukum syara’ untuk ditundukkan kepada pemungutan suara menurut hawa nafsu Dewan Rakyat. Keputusan itu bertujuan agar mayoritas kursi diisi oleh setiap orang yang mengusung slogan-slogan liberalisme demokrasi, meski dengan jalan membeli suara menggunakan harta. Hal itu agar mereka bisa menghancurkan semua hukum Islam. Islam dijadikan agama kependetaan, dibatasi di dalam dinding-dinding masjid. Setelah itu dan dari dalam Dewan Rakyat khamr disetujui; porografi disebarluaskan atas nama kebebasan personal; manusia dijauhkan dari Islam atas nama kebebasan berakidah; wanita dilarang mengenakan busana syar’i di kehidupan umum, sekolah dan perguruan tinggi; apa yang masih tersisa dari hukum-hukum waris, perkawinan, dan talak dihapus dengan dalih kesetaraan; kaum Muslim ditekan atas nama demokrasi, sehingga masalahnya sampai pada meragu-ragukan manusia dalam akidah mereka. Semua itu akan menjadi konstitusional atas nama mayoritas di Dewan Rakyat. Dan akhirnya Mesir pun menjadi seperti masyarakat barat yang kehilangan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan dan moral, disamping kondisinya yang terlanyar tidak diperhatikan sama sekali.

Wahai kaum Muslim, wahai warga al-Kinanah

Bagaimana mungkin syiar-syiar barat yang dibawa oleh penjajah kapitalis barat pemilik berbagai musibah dan krisis, bisa diizinkan diimpor dan dibawa ke negeri kita, sedangkan syiar-syiar lâ ilâha illâllâh Muhammadun rasûlullâh justru dilarang dan orang yang mengusungnya dijatuhi hukuman?! Bukankah ini pelecehan terhadap akal pikiran warga Mesir?! Sungguh ini perkara yang sangat mengherankan!!!

Demokrasi liberalisme kapitalisme telah dicoba dan dibuktikan kegagalannya di masyarakat-masyarakat barat. Tidak perlu diperlihatkan, apa yang dimunculkan oleh ide-ide dan syiar-syiar ini berupa komunitas gay dan lesbian, berbagai kriminalitas dan krisis-krisis ekonomi yang akhirnya menimpa seluruh dunia. Lihatlah, anak-anak syiar-syiar itu sendiri di dunia berdemonstrasi untuk mengadili demokrasi mereka dikarenakan ketidakmampuan demokrasi mereka memberikan solusi-solusi bagi berbagai permasalahan mereka dan kemiskinan, dan pengangguran justru menyebar di tengah barisan mereka. Pada saat yang sama, kekayaan justru terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil orang dari mereka. Ini sekadar satu contoh dari ribuan contoh semisalnya. Lalu bagaimana bisa orang yang mengklaim memelihara urusan-urusan masyarakat di Mesir justru menerima untuk memaksakan kepada warga mereka kaum Muslim, peradaban yang tidak datang dari mereka dan mereka juga bukan bagian dari peradaban itu?! Ingatlah, alangkah buruknya apa yang mereka pikul.

Pemilu yang direncanakan dan fitnah berupa undang-undang dan keputusan-keputusan zalim itu, datang dari rezim yang sama dengan rezim sebelumnya yang masih tetap memerintah. Jika tidak, lalu apa artinya pengeluaran undang-undang dan keputusan yang melayani demokrasi dan liberalisme itu? Kenapa penyebutan Islam yang merupakan agama warga Mesir justru dilarang? Bukankah itu merupakan perang terhadap Islam dan pemeluknya?

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَن لَّن يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ

Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka ? (QS Muhammad [47]: 29)

Wahai kaum Muslim, wahai warga Mesir

Sesungguhnya semua versi tindakan ini adalah bagian dari rencana Amerika dan rezim yang menjadi kaki tangannya. Maka Anda harus memupus jalan bagi mereka, beraktifitas untuk mengusir mereka dari bumi Kinanah dan tidak mentolerir mereka untuk memasuki tanah Anda, sehingga mereka tidak bisa menjamah Anda, agama Anda dan keamanan Anda dan tidak bisa merampok kekayaan Anda seperti yang mereka lakukan terhadap saudara-saudara Anda di negeri-negeri kaum Muslim. Mereka tidak memelihara kekerabatan dengan Anda dan sama sekali tidak mengindahkan perjanjian. Ketakutan terbesar mereka adalah diterapkannya syariah melalui daulah al-Khilafah ar-Rasyidah yang akan menghentikan dan mengeluarkan mereka dari negeri-negari kaum Muslim dalam keadaan tercela dan kalah. Hari-hari ini adalah kesempatan Anda wahai orang-orang mukhlish di antara militer Mesir Muslim untuk melaksanakan hal itu.

وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُم

dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini. (QS Muhammad [47]: 38)

Wahai kaum Muslim

Sesungguhnya tidak ada keselamatan bagi Anda kecuali dengan Islam. Kezaliman dan kemiskinan tidak akan hilang dari Anda kecuali dengan penerapan syariah Allah. Anda telah mencoba sosialisme, kapitalisme, nasionalisme dan patriotisme, akan tetapi kondisi masyarakat tetap saja terpuruk dalam segala aspek kehidupan. Maka campakkan bendera syike-picot. Kibarkan panji Rasulullah saw. Berjuanglah bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan syariah Allah melalui daulah al-Khilafah al-Islamiyah ar-Rasyidah yang hanya di dalamnya sajalah terdapat jalan keluar Anda. Allah bersama Anda dan tidak akan menyia-nyiakan amal-amal Anda.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad [47]: 7)

19 Oktober 2011

Reshuffle, Solusi?

Di tengah sorotan tajam masyarakat terhadap buruknya kinerja pemerintahan SBY, akhirnya presiden SBY mengambil langkah me-reshuffle kabinetnya sebagai solusi. Benarkah reshuffle sebagai solusi?

Indonesia telah mengalami pergantian presiden sebanyak enam kali; Soekarno orde lama, soeharto orde baru, Habibi, megawati, gus dur dan SBY sekarang orde reformasi. Masing-masing presiden pernah melakukan reshuffle dalam usahanya mencapai target-terget pemerintah mensejahterakan rakyatnya. Namun pergantian presiden dan reshuffle cabinet selama ini tidaklah merubah kondisi buruk rakyat.

Ganti person, ganti system.

Dalam Islam kekuasaan adalah amanah. konsekuensi amanah adalah tanggungjawab di dunia maupun akhirat. Tidaklah patut seseorang duduk dalam pemerintahan kecuali memiliki sikap amanah dan kemampuan menjalankan tugas-tugasnya sebagai pejabat Negara. Rasululloh saw pernah mengingatkan Abu Dzar Al Ghifari akan hal itu:

Diriwayatkan, suatu ketika Abu Dzar Al Ghifari meminta jabatan kekuasaan kepada Rasulullah saw. Seraya menepuk pundaknya beliau saw. bersabda :

Hai Abu Dzar, sesungguhnya anda seorang yang lemah. Padahal jabatan itu sesungguhnya amanah. Kelak di hari kiamat akan jadi penyesalan dan kehinaan. Kecuali orang yang dapat menunaikan kewajibannya dan memenuhi tanggung jawabnya (HR. Muslim).

Tidak dibenarkan orang yang tidak berkemampuan mengurus pemeliharaan kemaslahatan rakyat. Karena bisa menjadikan rakyat menderita, melarat dan sengsara. Implikasinya akan terjadi banyak kezhaliman, kriminalitas dan malapetaka. Nabi saw. bersabda:

Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah saat kiamat. Sahabat (Abu Hurairah) bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw menjawab, “Apabila perkara ini diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah saat kiamat (HR Imam Bukhori dari Abu Hurairah)

Sampai disini seorang kepala Negara berhak bahkan wajib hukumnya mengganti para pejabatnya yang tidak amanah dan capable dalam mengurus urusan rakyat dan segera menggantikannya dengan yang amanah dan memiliki capabalitas.

Namun realita yang terjadi di Indonesia. Kedhaliman yang menimpak rakyat Indonesia hari ini bukanlah sekedar disebabkan oleh masalah personal para pejabatnya, namun juga disebabkan oleh system yang diberlakukan yaitu sekulerisme yang menolak peran Islam sebagai asas dalam penetapan konstitusi, perundangan dan pengurusan maslahat rakyat.

Boleh jadi seorang menteri secara personal orang yang taat ibadah, berperilaku baik dan memiliki latar belakang akademik yang mumpuni. Namun dominasi sekularisme dalam system dan perundangan Negara Indonesia membuat para pejabat ‘sholeh’ pun tergelincir dalam kemaksiatan system.

Sebagai contoh, seorang pemimpin lembaga keuangan ribawi bisa jadi secara personal, orang yang taat beribadah ritual, shalat, membaca al Quran, puasa sunnah dan melaksanakan haji setiap tahunnya, namun pada saat yang sama dia menjadi pelaksana kebijakan dan saksi atas transaksi-transaksi yang diharamkan Alloh SWT karena melaksanakan konstitusi, perundangan dan kebijakan Negara. Diantara akibat buruk keterlibatan Indonesia dalam kebijakan ribawi ini adalah meningkatnya volume hutang luar negeri Indonesia dan krisis ekonomi yang berlarut-larut. Tentang dampak negative dan dosa dari riba ini, Alloh SWT berfirman:

لَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُوْنَ. يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيْمٍ

“Orang2 yg makan riba tdk dapat berdiri melainkan seperti berdiri orang yg kemasukan setan karena penyakit gila. Keadaan mereka yg demikian itu disebabkan mereka berkata sesungguh jual beli itu sama dgn riba padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang2 yg telah sampai kepada larangan dari Rabb lalu berhenti mk bagi apa yg telah diambil dahulu dan urusan kepada Allah. Siapa yg mengulangi mk mereka itu adl penghuni neraka mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menumbuh-kembangkan sedekah2. Dan Allah tdk menyukai tiap orang yg tetap dlm kekafiran dan selalu berbuat dosa.”

Dari ‘Alqamah dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melaknat pemakan riba dan yang memberi riba.”

Aku bertanya kepada beliau, “Penulis dan dua saksinya?” Ibnu Mas’ud r.a. menjawab,“Sesungguhnya kami menyampaikan apa yang kami dengar,” (HR Muslim (1597).

Dalam riwayat lain dari jalur ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin Mas’ud dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah saw. melaknat pemakan riba, pemberi riba, dua saksi dan penulisnya, (Shahih lighairihi, HR Abu Dawud [3333], at-Tirmidzi [1206], Ibnu Majah [2277], Ahmad [I/393 dan 394], al-Baihaqi [V/275], Ibnu Hibban [2025], ath-Thayalisi [343]).

Dalam riwayat lain dari jalur al-Harits dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya jika ia mengetahuinya, tukang tato dan yang ditato untuk kecantikan, orang yang manahan shadaqah (zakat) dan Arab badui yang murtad setelah hijrah, terlaknat melalui lisan Muhammad saw pada hari Kiamat,” (Shahih, HR an-Nasa’i [4721]).

Dari Jabir bin ‘Abdillah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya. Ia berkata, ‘Mereka seluruhnya sama’,” (HR Muslim [1598]).

Dengan demikian keshalehan si pemimpin tadi menjadi tidak berdaya di hadapan system ribawi itu.

Contoh lain misalnya, seorang menteri ekonomi dan energi bisa saja secara personal dia seorang muslim yang taat sebagaimana pemimpin lembaga ribawi tadi. Namun pada saat yang sama sang menteri harus melaksanakan kebijakan privatisasi pengelolaan kekayaan alam kepada pihak swasta bahkan swasta asing yang rakus. Akibat tindakan tersebut rakyat kehilangan sumber kehidupannya.

Kebijakan privatisai asset-aset strategis bagi rakyat oleh Negara dipandang sah dalam kapitalisme. Namun tindakan tersebut dalam pandangan Islam selain merugikan rakyat juga menjadikan sang pemberi dan pelaksana kebijakan itu jatuh dalam perbuatan dosa karena melanggar aturan-aturan Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Rakyat berserikat dalam tiga hal: air, api dan padang gemalaan”

Demikianlah si menteri yang shaleh itu pun dipaksa sistem melakukan dosa dan kedhaliman terhadap rakyatnya, muslim ataupun bukan muslim.

Dari dua contoh sederhana diatas dapatlah disimpulkan bahwa sekedar mengganti personal melalui reshuffle cabinet, pemerintahan SBY tidak akan dapat merubah kondisi buruk yang sedang terjadi. Terlebih-lebih isu reshuffle ini hanyalah upaya membangun citra semata, sebagaimana disinyalir banyak kalangan.

Perubahan hanya akan terjadi jika perubahan system menyertai pergantian pejabat yang tidak amanah itu. Mengganti system yang dimaksud tentu saja mengganti kapitalis sekuler dengan system Syariah Islam. Mengganti konstitusi dan perundangan sekuler dengan konstitusi dan perundangan Islam. Konstitusi dan perundangan itu kemudian direalisasikan oleh Khalifah dan para pembantunya serta para pejabat Negara Khilafah Islamiyah yang amanah. Ganti person ganti system! Wallahu ‘alam bi as shawab.

29 September 2011

Bom Solo, Siapa Diuntungkan?


Aksi bom bunuh diri terjadi pada tanggal 25/9 di Gereja Bethel Indonesia Sepenuh (GBIS) Kepunton Solo. Insiden ini hanya menewaskan pelakunya sendiri dan melukai 27 orang. Pada Selasa, 27/9 bahwa dari identifikasi, Mabes Polri memastikan pelaku pemboman tersebut bernama Ahmad Yosepa alias Hayat. Hayat adalah satu dari lima orang DPO kasus pengeboman masjid adz-Dzikra Mapolresta Cirebon pada 15 April 2011, seperti yang telah diumumkan oleh Polri pada pertengahan Juni lalu.

Peristiwa ini terjadi saat terjadi banyak masalah yang menghebohkan negeri ini. Misalnya, masalah korupsi di kemenakertrans, korupsi wisma atlet , hiruk pikuk reshuffle kabinet, dan mafia anggaran. Saat ini , berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia pada bulan September, juga terjadi penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah hingga tinggal 37,7%. Semua itu pada akhirnya memunculkan kecurigaan dan tanda tanya seputar peristiwa bom GBIS Solo ini. Berbagai spekulasi pun muncul . Muncul kecurigaan peristiwa ini sudah diskenariokan sebelumnya atau paling tidak terjadi pembiaran.

Hal ini mengingat jauh hari sebelumnya sudah ada informasi intelijen akan terjadi serangan bom. Pengamat intelijen Wawan H Purwanto mengatakan intelijen sebetulnya telah mengetahui gerakan para teroris sejak 14 Agustus 2011 sebelum aksi bom bunuh diri terjadi (antaranews, 26/9). Hal senada dikatakan Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq di kompleks DPR, Selasa (27/9) menurutnya telah ada informasi intelijen akan adanya aksi-aksi bom bunuh diri dari enam orang yang sudah dipersiapkan sebelum kasus Cirebon. Bahkan, warning terhadap kasus Solo sudah dilakukan. Per tanggal 21 September itu sudah ada informasi intelijen, yang akan menjadikan Solo sebagai Ambon berikutnya” (Kompas.com, 27/9).

Mengegolkan RUU Intelijen?

Muncul pula kecurigaan bahwa bom itu ada kaitannya dengan pembahasan RUU Intelijen yang sedang berjalan di DPR. Termasuk mendorong penambahan wewenang intelijen untuk bisa melakukan penyadapan dan penangkapan. Meskipun hal ini dibantah keras oleh kepala BIN, Sutanto. Namun tidak bisa dikesampingkan begitu saja, bahwa peristiwa ini sangat mungkin dipakai untuk memperkuat penggolan RUU Intelijen.

Tampak dari pernyataan Kepala BIN yang menyatakan kalau informasi saja tanpa didukung alat bukti lain kan tidak bisa diproses secara hukum. ” Itu kendala, karena itu perlu penguatan hukum di sini sehingga bisa efektif penegak hukum di lapangan dalam menangani masalah teror ini, “ujarnya. (detik.com, 26/9).

Istana juga ingin penguatan intelijen melalui RUU Intelijen. Pemerintah mengeluhkan intelijen tidak memiliki kewenangan penangkapan. Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, Senin (26/9), menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan penguatan intelijen melalui payung hukum. Upaya preventif yang efektif harus memberikan kewenangan penangkapan kepada intelijen (Mediaindonesia.com, 26/9).

Padahal dalam kasus bom ini hambatan itu tidak ada. Mengingat pelaku bom sudah masuk dalam daftar DPO (Daftar Pencarian Orang), yang artinya dia bisa ditangkap kapan saja dan di mana saja bila ditemukan. Apalagi faktanya, dalam penanganan terorisme selama ini, Densus 88 nyaris tanpa hambatan melakukan apapun. Termasuk melakukan penangkapan bahkan menembak mati orang-orang yang baru diduga teroris. Karenanya, tentu adalah wajar kalau muncul anggapan peristiwa ini digunakan untuk kepentingan pengesahan RUU Intelijen itu termasuk pengalihan masalah yang sedang menimpa partai panguasa.

Memang terkait RUU Intelijen itu, kemungkinan besar DPR dan pemerintah sepakat, BIN tidak diberi wewenang menangkap. Ketua Komisi I DPR, Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, pemerintah dan DPR sepakat bahwa intelijen hanya bertugas melakukan deteksi dini. Intelijen tidak diberikan hak menangkap karena dikhawatirkan akan mengembalikan ke kondisi masa lalu, dimana intelijen sering dipakai sebagai alat untuk mengamankan kekuasaan dan bukan alat negara (Kompas, 27/9). Intelijen, lanjut Agus, tetap dapat menyadap untuk kepentingan terorisme, separatisme dan spionase. Namun penyadapan itu harus sesuai dengan undang-undang, maksimal dilakukan selama enam bulan dan ada keterlibatan pengadilan.

Namun bukan berarti RUU Intelijen yang sedang dibahas itu tidak perlu dicermati dan diwaspadai. Sebab di dalamnya masih mengandung hal-hal yang perlu dikritisi, seperti adanya kata dan istilah yang tidak jelas dan multi tafsir seperti kata “ancaman keamanan nasional”, “lawan dalam negeri” dan lainnya. Juga dimasukkannya masalah “subversif” di dalam RUU tersebut. Pengertian yang kabur ini sangat mungkin digunakan oleh penguasa sesuai kepentingannya, membungkam suara-suara kritis termasuk penegakan Islam dengan mempersepsikannya sebagai ancaman.

Kita tentu tidak menginginkan kembalinya era orde baru ketika penguasa menggunakan tuduhan subversif , mengancam keamanan nasional untuk memenjarakan, menyiksa, hingga membunuh lawan-lawan politiknya atau pihak-pihak yang mendakwahkan Islam. Jelas ini adalah kemunduran bagi Indonesia. Negara tetangga Malaysia sendiri telah mencabut Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act -ISA) dan Undang-Undang Darurat (Emergency Ordinance - EO). Sebab berdasarkan UU ini , selama 5 dasawarsa, pemerintah Malaysia memenjarakan ribuan pengkritik pemerintah dan anggota kelompok dakwah Islam .

Harus Dikutuk, Merugikan Islam dan Umat Islam

Lepas dari itu semua , peristiwa pemboman ini harus dikutuk. Tindakan keji ini bertentangan dengan ajaran Islam. Sangat jelas, syariat Islam dengan tegas melarang melukai apalagi membunuh siapapun tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’iy. Apalagi tindakan itu menimbulkan kematian bagi diri pelakunya sendiri.

Lebih dari itu, peristiwa ini tidak bisa dikatakan untuk memperjuangkan Islam atau demi kepentingan Islam. Jika dikatakan motifnya untuk memperjuangkan Islam, maka faktanya dengan peristiwa seperti ini, Islam justru menjadi bulan-bulanan. Bagaimana mungkin memperjuangkan syariah Islam dengan cara-cara yang justru bertentangan dengan syariah Islam?

Peristiwa ini juga memperkuat pihak yang ingin menghambat penegakan Islam dan syariah Islam. Dengan alasan pemboman ini , pembenaran terhadap pentingnya program deradikalisasi justru menjadi kuat. Padahal isi dari program ini adalah menyerang ajaran penting Islam seperti syariah Islam, khilafah dan jihad. Termasuk menjustifikasi propaganda untuk meliberalisasi ajaran Islam dan mengebirinya dengan isu-isu Islam moderat atau Islam inklusif (terbuka).

Disamping itu,kekerasan dan terorisme (al-irhab) bukanlah metode yang dibenarkan syariat Islam dalam memperjuangkan tegaknya syariah. Metode untuk itu seperti contoh dari Rasulullah saw adalah dengan dakwah pemikiran dan politik (al-fikriyyah wa al-siyasiyah), tanpa kekerasan (la ‘unfiyah).

Islam juga mengharamkan membunuh manusia baik muslim maupun non muslim tanpa alasan yang haq. Perbuatan itu merupakan kejahatan keji. Firman Allah:

مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS al-Maidah [5]: 32)

Bahkan di dalam peperangan sekalipun, Rasulullah senantiasa berpesan agar pasukan Islam tidak membunuh wanita, anak-anak dan orang tua, tidak menebangi pepohonan dan tidak merusak tempat ibadah non muslim serta mengganggu para rahib di dalamnya.

Terbukti dalam sejarah bahwa hanya Islam sajalah yang bisa melindungi nyawa manusia baik muslim maupun non muslim. Orang-orang non muslim diberikan kebolehan beribadah dengan bebas. Tempat ibadah merekapun masih tetap eksis di negeri-negeri Islam, padahal sistem Islam (Khilafah Islamiyah) memerintah dan menaungi negeri-negeri itu selama 13 abad.

T.W. Arnold, dalam bukunya The Preaching of Islam, menuliskan bagaimana perlakuan yang diterima oleh non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen”. Karena itu demi mewujudkan masyarakat meskipun beragam namun dapat hidup damai, rukun dan harmonis, tidak ada jalan lain kecuali dengan menerapkan syariah Islam dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.

Benteng Umat

Ramadhan telah berlalu. Di tengah kekhusyukan Ramadhan tahun ini umat Islam disuguhi pemandangan yang menyakitkan. Ramadhan yang mestinya menjadi momentum penyatuan umat Islam tidak terjadi. Sebut saja Somalia. Di negeri Muslim Somalia tengah terjadi kelaparan. PBB melaporkan 3,7 juta orang (separuh penduduk) di negara yang berpenduduk 9,3 juta dengan mayoritas Muslim ini dilanda kelaparan.
Tanggapan dari pemerintahan Muslim yang kaya hampir tak berarti. Penguasa Muslim yang menjadi boneka Barat tidak begitu peduli. Mereka lebih memilih membelanjakan harta hasil korupsinya untuk perkara yang tidak penting. Qatar, misalnya, membelanjakan $430 juta untuk membeli suatu hasil karya seni AS. Padahal uang sejumlah itu dapat digunakan untuk memberi makan 4,3 juta orang, tiga kali makan sehari, selama satu bulan penuh (sekali makan perorang Rp 10.000). Sungguh memilukan.
Saat anak-anak binasa karena kekurangan gizi, para penguasa Muslim sibuk membeli bank-bank AS yang bangkrut, membeli vila indah atau klub sepakbola Eropa. Sekadar contoh: Syeikh Mansour membeli Manchester City dengan harga Rp 2,8 triliun, Sulaiman Al-Fahim mengakuisi Portsmout Rp 986,7 milliar, Pangeran Faisal bin Fahd bin Abdullah dari Saudi berniat membeli Liverpool dengan kisaran harga Rp 5,15 triliun! Padahal saat bulan Ramadhan, al-Quran dibaca sampai khatam. Apa yang ada di dada kita saat membaca ayat (yang artinya): Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong memberi makan orang miskin(TQS al-Ma’un [107]: 1-3).
Apakah kelaparan yang dirasakan saudara kita di Somalia tidak kita rasakan di sini? Terbayangkah oleh kita rintihan mereka di sana ketika kita sedang makan ketupat dengan lauk-pauknya yang serba mewah? Bukankah Muslim itu saudara Muslim lainnya? Bayangkan, bila umat Islam ini punya khalifah sebagai pemimpin; mereka pasti akan ada yang memperhatikan.
Di tengah kesungguhan kita menjaring Lailatul Qadar, di Amerika Serikat (AS) telah diterbitkan sebuah buku berjudul: We Shall not Forget 9/11, The Kids’ Book of Freedom (Kami Tidak Akan Pernah Lupa 9/11-Buku Bebas untuk Anak-anak), yang ditulis oleh Wayne Bell. Di antara tulisannya berbunyi, “Hai, anak-anakku, yang benar adalah, bahwa inilah tindakan teroris yang dilakukan oleh para ekstremis Islam yang benci akan kebebasan…Mereka adalah orang-orang gila yang membenci cara hidup Amerika, sebab kami orang-orang yang merdeka dan masyarakat kami hidup bebas.”
Padahal hingga sekarang pengadilan tentang hal tersebut belum pernah digelar. Justru banyak peneliti independen dari AS sendiri menyatakan bahwa pelaku peledakan WTC itu adalah AS sendiri. Buku ini sungguh telah melukai perasaan kaum Muslim. Penulisnya dengan sengaja mengobarkan kebencian terhadap Islam. Umat Islam pun tidak bereaksi apa-apa. Diam. Padahal al-Quran menegaskan (yang artinya): Mereka mengharapkan kehancuran kalian. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat (QS Ali ‘Imran [3]: 118).
Di Libya, Qaddafi dengan dukungan Barat, membunuhi rakyatnya sendiri. Namun, rakyat terus berjuang. Di antaranya Hizbut Tahrir sebagai kelompok yang bahkan melakukan perlawanan terhadap kezaliman Qaddafi sejak hari pertama rezim itu berkuasa. Bahkan Hizbut Tahrir telah mempersembahkan sejumlah syuhada dalam menentang kezaliman Gaddafi dan rezimnya itu. Setelah rezim tiran Qaddafi jatuh, negara-negara imperialis mulai bersaing untuk mengeksploitasi minyak Libya. Lagi-lagi, negeri Muslim menjadi rebutan negara penjajah. Mengapa? Sebab, umat Islam tidak memiliki khalifah sebagai benteng yang menjaganya.
Begitu juga di Suriah. Sejumlah ulama senior dan intelektual mengutuk serangan berulang oleh rezim Suriah terhadap rumah-rumah Allah, para ulama dan setiap tempat suci, pada bulan Ramadhan. Penyerangan terbaru dilakukan terhadap ulama senior Suriah, Syaikh Usamah ar-Rifa’i. Sejumlah unjuk rasa antipemerintah dilaporkan terjadi di berbagai tempat di Suriah setelah salat Idul Fitri hari Selasa (30/8). Ribuan orang turun ke jalan-jalan termasuk di Ibukota Damaskus. Namun, pasukan keamanan justru melakukan penembakan yang menewaskan paling tidak tujuh orang. Penguasa Muslim lain membisu terhadap realita ini. Padahal bukankah mereka membaca hadis Rasulullah saw.: “Seorang Mukmin bagi Mukmin lainnya laksana satu bangunan yang saling menopang satu sama lain (Beliau mengeratkan jari-jemari beliau satu sama lain).” (HR al-Bukhari).
Lagi-lagi nyawa umat Islam tertumpah murah. Kita sungguh butuh khalifah yang menjaga kehormatan darah umat Muhammad ini.
Di Indonesia, perbedaan hari Idul Fitri juga mengherankan. Hanya karena suara terbanyak menghendaki lebaran pada hari Rabu (31/8/2011), kesaksian terlihatnya hilal di beberapa tempat oleh sejumlah orang terpercaya dan telah disumpah, justru ditolak. Padahal dengan merujuk pada qawl dan fi’l Rasulullah saw. jumhur ulama menyatakan bahwa kesaksian rukyat hilal awal dan akhir Ramadhan dapat diterima dari seorang saksi Muslim yang adil. Suara mayoritas dan perkataan ahli astronomi mengalahkan hukum syariah. Akhirnya, banyak orang berbuka pada hari selasa, sekalipun shalat Id ikut hari Rabu. Padahal laporan dari beberapa negara lain pun, termasuk Makkah dan Madinah, hilal telah terlihat malam selasa. Belum lagi muncul rumor bahwa Saudi meralat keputusan Idul Fitri pada Selasa (30/8/2011). Hal ini langsung dibantah oleh pihak Saudi. Memang, ada pihak yang tidak menghendaki persatuan kaum Muslim sedunia. Tidak berlebihan bila Dr. Ali Jum’ah, Mufti Agung Mesir, menjelaskan bahwa entitas Zionis berada di belakang rumor ketidakabsahan hilal Syawal, yang dibesar-besarkan oleh media baru-baru ini. Jum’ah mengatakan, “Dunia Islam sangat menginginkan persatuan, bahkan ingin merayakan Idul Fitri yang berkah ini secara serempak di hari yang sama.”
Wajar saja hal ini terjadi, sebab umat Islam tidak memiliki khalifah sebagai pemersatu dan benteng umat.
Berkaitan dengan hal ini kita patut merenungkan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya imam/khalifah itu adalah benteng.“ (HR Muslim dalam kitab Shahih Muslim, VI/17).
Imam as-Suyuthi memaknai hadis ini dengan mengatakan, “Sesungguhnya imam/khalifah itu adalah benteng, maksudnya laksana perisai. Sebab, ia mencegah musuh menyakiti kaum Muslim dan mencegah manusia menyakiti satu sama lain; juga menjaga Islam serta melindungi masyarakat dari kaum kafir dan pembangkang Islam

12 September 2011

Harga Tragedi 9/11

Perang di Afghanistan dan Irak telah melemahkan ekonomi makro AS

Peristiwa 11 September 2001, yang dikenal dengan Tragedi 9/11, merupakan ulah Al-Qaeda untuk mencederai Amerika Serikat. Tentu saja, niat itu berhasil. Namun, Osama bin Laden tak pernah membayangkan efeknya. Reaksi Presiden AS ketika itu, George W. Bush, menodai prinsip dasar negeri Paman Sam, menggerogoti perekonomian bangsa itu, serta melemahkan keamanan.
Serbuan ke Afghanistan pasca serangan teroris masih bisa dipahami. Tapi, invasi ke Irak sungguh tak ada kaitannya dengan Al-Qaeda - bagaimanapun kerasnya Bush berupaya mencari-cari hubungannya. Kemudian, perang AS melawan Irak menjadi amat mahal - yang pada awalnya membutuhkan lebih dari US$60 miliar (Rp551,5 triliun).
Ketika saya dan Linda Bilmes menghitung biaya perang yang mesti dikeluarkan AS tiga tahun lalu, angka kasar berada di kisaran US$3-5 triliun. Sejak itu, anggaran kian meningkat. Dengan nyaris 50 persen jumlah tentara yang kembali dan bisa menerima santunan cacat tubuh dan lebih dari 600 ribu veteran yang menjalani perawatan medis, kami menduga bahwa uang bagi tentara yang cacat dan biaya kesehatan akan mencapai sekitar US$600-900 miliar.
Di luar itu, biaya sosial yang muncul seperti tindakan bunuh diri yang diambil oleh para veteran perang (yang beberapa tahun belakangan menyentuh 18 kejadian per hari) dan retaknya rumah tangga tak bisa dihitung secara pasti.
Bahkan, jika Bush mendapatkan maaf atas jasanya menyertakan AS dan negara-negara lain dalam perak melawan Irak, tak ada ampun bagi Bush atas cara yang ia pilih untuk membiayai perang. Sepanjang sejarah, perang Bush itu adalah satu-satunya yang dibiayai sepenuhnya dari pinjaman. Pada saat AS tengah berperang, dengan defisit yang kian meningkat setelah pemotongan pajak di tahun 2001, Bush memutuskan bahwa golongan kaya di negeri itu pantas mendapatkan keringanan pajak.
Hari-hari ini, AS tengah berkutat dengan pengangguran dan defisit. Ancaman yang bisa menjatuhkan AS di masa mendatang dapat dilacak hingga perang di Afghanistan dan Irak. Melonjaknya belanja pertahanan, bersamaan dengan pemotongan pajak, merupakan faktor kunci yang menguak penyebab mengapa AS beringsut dari yang mulanya mencetak keuntungan fiskal hingga 2 persen dari PDB ketika Bush terpilih menjadi dirongrong utang. Belanja langsung pemerintah untuk kedua perang itu mencapai kira-kira US$2 triliun - US$17.000 per keluarga.
Selain itu, saya dan Bilmes menegaskan dalam buku kami yang berjudul “The Three Million Dollar War” (Perang Tiga Juta Dolar) bahwa perang di Afghanistan dan Irak telah melemahkan ekonomi makro AS dan memperuncing defisit serta utang. Kini, gejolak di Timur Tengah memicu membubungnya harga minyak. Bangsa Amerika dituntut mengeluarkan uang lebih banyak demi mengimpor minyak. Padahal, mereka bisa memakai uang itu untuk membeli lebih banyak produk domestik.
Namun, Bank Sentral AS (Federal Reserve) menyembunyikan keburukan itu dengan menciptakan gelembung kredit perumahan yang akhirnya mendorong ledakan konsumsi. Butuh bertahun-tahun untuk mengatasi masalah itu.

Kacau Balau
Ironisnya, perang itu telah bikin keamanan AS (dan dunia) kacau-balau lagi-lagi dengan cara yang tak pernah dibayangkan oleh Bin Laden. Perang yang tak populer akan menyulitkan perekrutan tentara. Tapi, selagi Bush mencoba mengakali Amerika tentang biaya perang, ia tak memberikan sokongan dana cukup bagi para prajurit.
Ia menolak memberikan pengeluaran standar yang dibutuhkan untuk, misalnya, kendaraan lapis baja yang anti-ranjau guna melindungi pasukan. Atau, setidakya, menyediakan cukup tunjangan kesehatan bagi para veteran. Ada pengadilan di AS yang baru-baru ini menyatakan bahwa hak-hak para veteran telah dilanggar. (Hebatnya, pemerintahan Obama meminta bahwa hak veteran mengajukan banding mesti dibatasi!)
Kegagalan militer telah memunculkan kecemasan atas penggunaan kekuatan militer. Dan hal ini cenderung mengancam keamanan Amerika. Namun, kekuatan Amerika yang sejati adalah, melebihi ketangguhan militer dan ekonomi, kekuatan lunaknya: otoritas moral.
Dan, yang satu itu pun telah dilemahkan: seketika setelah AS melanggar hak asasi manusia yang mendasar seperti hak untuk tak mengalami siksaan, dunia sontak mempertanyakan komitmennya kepada hukum internasional.
Di Afghanistan dan Irak, AS dan sekutu-sekutunya tahu bahwa untuk mendapatkan kemenangan jangka panjang, hati dan pikiran harus dicuri. Namun, kesalahan demi kesalahan yang dilakukan pada awal perang memperumit perang yang telah pelik itu.
Efek samping yang ditimbulkannya dahsyat: lebih dari satu juta warga Irak tewas, langsung atau tak langsung, akibat perang. Menurut beberapa kajian, sekitar 137.000 warga sipil tewas dengan mengenaskan di Irak dan Afghanistan dalam 10 tahun terakhir. Di antara bangsa Irak sendiri, 1,8 juta pengungsi mencari tempat aman dan 1,7 juta lainnya kehilangan tempat tinggal.
Tak semua konsekuensi berujung bencana. Defisit yang dialami Amerika agaknya akan menimbulkan kendala anggaran. Belanja militer AS nyaris menyamai belanja militer dunia jika disatukan dua dekade setelah era Perang Dingin berakhir.
Beberapa peningkatan belanja anggaran ditujukan ke Irak, Afghanistan dan Perang Global Melawan Terorisme. Namun, banyak dana yang terbuang sia-sia demi senjata akan dipakai untuk membinasakan musuh, yang jelas-jelas tak ada. Kini, dana itu akan didistribusikan ulang, dan AS kiranya akan mengeluarkan biaya lebih kecil untuk mengusahakan keamanan dalam negerinya.
Al-Qaeda tak lagi jadi menyembul jadi ancaman besar setelah peristiwa 11 September 10 tahun silam. Namun, harga yang harus dibayar begitu besar. Kita akan hidup dengan warisan yang ditinggalkannya dalam waktu lama. Berpikir sebelum bertindak memang ternyata penting.

Artikel ini diterjemahkan dari laman www.project-syndicate.org

25 Agustus 2011

Mewarnai Puasa Dengan Kesabaran

Allah SWT telah menyiapkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi bagi mereka yang bertakwa, yaitu mereka yang menghiasi dirinya dengan berbagai sifat yang baik, di antaranya: “Orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan orang. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (TQS. Ali Imran [3] : 134). Dalam firman-Nya ini, Allah SWT memuji mereka yang mampu menahan amarahnya, dan mema’afkan orang, padahal ia mampu membalasnya jika ia mau. Kemudian setelah itu diikuti dengan sebuah khabar bahwa Allah SWT mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan. Hal ini menjadi isyarat bahwa kedua amal tersebut: menahan amarah dan mema’afkan orang, maka kedua perbuatan termasuk di antara perbuatan ihsân (baik).

Dan di antara contoh ideal terkait potret kesabaran adalah kesabaran Ahnaf bin Qais. Ia ditanya dari siapa Anda belajar kesabaran? Ia menjawab: Saya belajar kesabaran dari Qais bin Ashim al-Minqari. Suatu hari aku mendatanginya ketika ia yang sedang duduk memeluk lutut dengan punggung dan kedua kakinya diikat serban. Kemudian orang-orang datang membawa putranya yang terbunuh dan sepupunya yang diikat erat dengan tali. Mereka berkata bahwa keponakanmu ini telah membunuh putramu. Mendengar dan melihat hal itu ia tetap diam dan tidak beridiri dari tempatnya, namun ia menoleh pada salah seorang putranya, lalu berkata: Hai putraku, berdirilah, lepaskan sepupumu, kebumikan saudaramu, dan berikan seratus onta pada ibu dari anak yang terbunuh itu, karena ia akan merasa kehilangan, semoga dengannya ia terhibur.

Dalam hal ini, mungkin orang yang paling membutuhkan kesabaran adalah oarang yang sedang berpuasa. Sebab ada di antara manusia yang tidak tahan merasakan lapar dan haus dalam waktu yang lama, sehingga kami mendapatinya begitu cepat marah. Oleh karena itu, Rasulullah Saw berwasiat agar orang yang berpuasa itu ingat selalu bahwa dirinya sedang berpuasa, agar hal itu dapat mencegahnya dari marah, dan mencegah dari membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jika salah seorang dari kalian suatu hari berpuasa, maka jangan mengeluarkan kata-kata kotor, dan jangan pula marah. Jika salah seorang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, maka katakan: “Sungguh saya seorang yang sedang berpuasa….” (HR. Bukhari).

Namun, puasa bagi orang yang berpuasa bukan alasan (dalil) ia tidak melakukan kejahatan atau membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama. Sebab terkait hal ini ada dalilnya sendiri.

Mungkin seorang yang sedang berpuasa itu mengatakan bahwa ia sulit untuk mengendalikan dirinya pada saat berpuasa, dan mencegahnya dari kemarahan. Kami jawab bahwa, “Kesabaran itu terbentuk hanya dengan berusaha sabar, innamâ al-hilmu bit-tahallumi“. Artinya, barangsiapa yang membiasakan dirinya bermurah hati, maka ia akan menjadi seorang yang pemurah hati. Dan barangsiapa yang membiasakan dirinya bersabar, maka ia akan menjadi seorang yang penyabar.

Dengan demikian, bagi seseorang, khususnya yang sedang berpuasa wajib berusaha sabar dan menahan diri ketika marah, bahkan untuk itu ia harus memaksa dirinya. Memang memulai kebaikan seperti sangat berat. Namun perlu diingat bahwa barangsiapa membiasakan dirinya dengan sesuatu, maka sesuatu itu akan menjadi mudah dan membantunya untuk terus melakukan. Al-Bushiri berkata dalam qasidahnya yang memuji kebaikan akhlak Rasulullah Saw: “Jiwa itu seperti anak kecil. Sehingga jika ia dibiarkan terus menyusu, maka hingga tumbuh dewasa ia akan tetap senang menyusu. Sebaliknya jika ia disapih, maka ia akan berhenti menyusu.

Rasulullah Saw adalah orang yang paling penyabar, paling mampu menahan diri, dan paling mampu untuk tidak marah. Namun jika ada pelanggaran terhadap apa-apa yang diharamkan Allah, maka tampak merah wajahnya karena marah, sebab adalanya pelanggaran terhadap apa-apa yang diharamkan Allah. Bahkan berulang kali Rasulullah Saw berwasiat kepada para sahabatnya yang mulia: “Jangan marah, jangan marah.

Siapakah yang lebih utama dari orang yang berpuasa dengan kesabaran, menahan amarah, dan mema’afkan orang, apalagi semua itu diperintahkan? Apakah ia akan membiarkan dirinya melampaui batas kemarahan, dan membalas keburukan dengan keburukan yang sama? Ataukah tidak lebih utama jika ia mengumpulkan keutamaan (fadhilah) puasa, keutamaan mema’afkan orang, keutamaan menahan amarah, dan keutamaan sabar? Semoga Allah menguatkan kita untuk bisa mengumpulkan semua itu dalam diri kita.

19 Agustus 2011

Ramadhan yang Berkualitas dan Berpengaruh

Alhamdulillah, beberapa hari Ramadhan telah kita lalui. Kita berharap mendapat gelar kembali menjadi suci bagaikan bayi tidak diberikan oleh Allah Swt. Bukan ke sembarang orang yang shaum, tetapi kepada mereka yang benar-benar melakukan shaumnya dengan dasar keimanan dan keikhlasan (îmânan wa ihtisâban). Shaum yang didasarkan pada keimanan dan keikhlasan ini adalah shaum yang berkualitas, sebagaimana yang dilakoni oleh Rasulullah saw. dan para sahabat.

Tidak aneh, shaum para sahabat tidak hanya memberikan kebaikan kepada diri mereka secara individual, tetapi juga memberikan dampak yang besar kepada masyarakat. Shaum seperti ini, di samping lebih mendekatkan generasi unggulan ini kepada Khalik mereka secara spiritual, juga merupakan dorongan besar bagi mereka untuk lebih beramal salih dalam segala bidang. Mereka dan generasi gemilang sesudahnya, misalnya, justru sering mencatat prestasi yang gemilang pada bulan Ramadhan. Beberapa peperangan yang dimenangkan kaum Muslim seperti Perang Badar, Fath Makkah, atau Pembebasan Andalusia justru terjadi pada bulan Ramadhan.

Peristiwa-peristiwa perang dan futûhât ini telah memberikan dampak yang besar kepada umat Islam dan manusia secara keseluruhan. Kemenangan Perang Badar telah memperkuat posisi kaum Muslim di dunia internasional saat itu, terutama di Jazirah Arab; bahwa negara baru yang dibangun kaum Muslim, Daulah Islam, adalah negara kuat yang tidak bisa disepelekan. Tentu saja, banyak pihak yang kemudian berpikir panjang untuk menganggu ’stabilitas’ Daulah Islam. Kondisi ini tentu memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara Daulah Islam.

Bandingkan dengan kondisi kaum Muslim saat ini. Jangankan menjadi negara kuat, kaum Muslim nyata-nyata tidak memiliki negara yang bisa dikatakan sebagai Daulah Islam. Negeri-negeri Islam terpecah-belah menjadi beberapa negara kecil yang lemah. Kondisi inilah yang membuat musuh-musuh Allah dengan gampang dan sombong membantai dan membunuh kaum Muslim serta mengekspolitasi kekayaan alamnya dengan rakus; tanpa ada pelindung sama sekali.

Perang Badar juga secara internal telah membuat pihak-pihak di dalam negeri Daulah Islam-orang-orang Yahudi, musyrik dan munafik-takut untuk berbuat macam-macam terhadap Daulah Islam. Bandingkan dengan keberadaan orang-orang kafir dan antek-antek Barat saat-saat ini di Dunia Islam. Mereka berbuat makar dan kekejian seenaknya. Di negeri-negeri Islam, orang-orang kafir yang didukung oleh para penguasa yang menjadi antek-antek penjajah, membuat berbagai kebijakan yang merugikan rakyat.

Futûhât juga telah memberikan kebaikan yang luar biasa bagi umat manusia. Lewat futûhât ini dakwah Islam diterima dengan mudah oleh manusia. Tidak ada penghalang fisik yang menghambat Islam agar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Futûhât ini juga telah menjadi jalan bagi diterapkannya syariat Islam di seluruh kawasan dunia. Lewat penerapan syariat Islam inilah seluruh warga negera Daulah Islam, baik Muslim maupun non-Muslim mendapat kebahagian, kesejahteraan, dan keamanaan.

Peradaban Islam pun kemudian menjadi peradaban unggul. Ada beberapa hal yang wajib kita teladani dari shaum generasi sahabat ini: Pertama, para sahabat tidak hanya membaca al-Quran, tetapi juga mengamalkannya. Dengan begitu, pengaruhnya ke masyarakat bisa dirasakan. Hal demikian karena para sahabat memahami, bahwa membaca al-Quran adalah sunnah, sebaliknya menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup mereka adalah kewajiban. Mereka sangat menyadari bahwa al-Quran harus menjadi dasar konstitusi kaum Muslim.

Kedua, para sahabat tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala hal yang diharamkan oleh Allah. Tidak berdusta, tidak berbuat batil, tidak membuat kerusakan, dan tentu saja tidak berhukum pada selain hukum Allah Swt. Saat ini pun, kaum Muslim sudah seharusnya meninggalkan sistem dan perundang-undangan kufur yang bersumber dari ideologi Barat. Kaum Muslim wajib mengembalikan sistem pemerintahan Islam, yakni Daulah Khilafah Islam. Inilah satu-satunya sistem pemerintahan yang diridhai Allah.

Terakhir, para sahabat telah nyata-nyata menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan tobat. Tobat mereka adalah tawbah nasûhâ, tobat yang sebenar-benarnya. Cirinya: menyesali segala dosa yang dilakukan, tidak mengerjakannya lagi, dan beramal salih untuk menghapus dosa yang lalu. Seharusnya saat ini pun kaum Muslim yang telah bertobat pada bulan Ramadhan tidak lagi melakukan maksiat meskipun Ramadhan telah berlalu.

Maksiat terbesar yang harus segera ditinggalkan kaum Muslim saat ini tidak diterapkannya hukum-hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan akibat ketiadaan Daulah Khilafah Islam di tengah-tengah mereka. Ketiadaan Daulah Khilafah Islamlah yang menyebabkan tercampakkannya sebagian besar hukum-hukum Allah yang wajib diterapkan kaum Muslim. Ketiadaan Daulah Khilafah juga berarti umat ini tidak memiliki pelindung dari musuh-musuh Allah. Di Palestina, dalam beberapa hari saja Israel telah membunuh lebih dari seratus kaum Muslim. Di Irak, dengan alasan memerangi para teroris, rumah-rumah kaum Muslim dibombardir; para penghuninya pun terbunuh tanpa ada yang mampu mencegahnya.

Jadi, untuk membuktikan bahwa shaum kita berpengaruh dan berkualitas, kita wajib ikut serta dalam penegakan syariat Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islam. Shaum seperti inilah yang bisa mengantarkan kita meraih predikat takwa. Marilah kita sambut seruan Allah Swt.:Bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS Ali Imran [3]: 133).

30 Juli 2011

Ramadhanku Tahun Ini

Sebentar lagi kita memasuki bulan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan agung. Kedatangannya perlu disambut dengan penuh kegembiraan dan penghormatan yang agung pula. Allah SWT menegaskan bahwa pada bulan Ramadhanlah al-Quran yang Mulia diturunkan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185). Di bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yakni Lailatul Qadar (QS al-Qadar [97]: 1). Di bulan ini pula Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda hingga puluhan, ratusan kali lipat, bahkan hingga jumlah yang Allah kehendaki untuk setiap amal salih dibandingkan dengan di bulan-bulan lain. Rasulullah saw. juga bersabda:

«قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانَ شَهْرٌ مَبَارَكٌ اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَ تُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَ تُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ»

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (HR an-Nasa’i dan al-Baihaqi).

Layaknya kedatangan ‘tamu agung’, seorang Muslim yang cerdas tentu akan melakukan persiapan yang optimal-dengan mempersiapkan bekal iman, ilmu maupun amal shalih-untuk menyambutnya. Tentu amat mengherankan jika kedatangan sesuatu yang agung hanya disambut dengan persiapan ala kadarnya, dengan sambutan biasa-biasa saja, tanpa ekspresi kegembiraan sama sekali.

Puasa di Tengah Himpitan Banyak Persoalan

Namun sayang, ibadah shaum Ramadhan yang dilaksanakan kaum Muslim, hingga Ramadhan tahun ini, belum beranjak dari kungkungan banyak persoalan (persoalan ekonomi, pendidikan, politik, pemerintahan, dll) yang sering merampas kegembiraan kaum Muslim dalam menyambut sekaligus mengisi bulan Ramadhan.

Di bidang ekonomi, saat ini masyarakat dibebani kenaikan harga kebutuhan pokok, khususnya beras. Selain karena permintaan yang meningkat menjelang Ramadhan, serangan hama, buruknya tata niaga dan insfrastuktur distribusi dan aksi spekulan; kenaikan tersebut utamanya disebabkan oleh kegagalan kebijakan Pemerintah di bidang pertanian. Dengan kebijakan Pemerintah saat ini, petani menanggung lebih dari 71% biaya produksi (Kompas, 26/7/2011). Dengan biaya produksi amat tinggi, wajar jika harga jual beras di pasaran pun sangat tinggi. Ujung-ujungnya, yang susah adalah rakyat secara umum.

Di sisi lain, wacana kenaikan BBM terus digulirkan. Boleh jadi, setelah Lebaran, kenaikan BBM sangat mungkin direalisaikan mengingat Pemerintah memang telah menjadikan pengurangan subsidi (khususnya BBM dan Listrik) sebagai bagian dari kebijakan ekonominya yang pro pasar (liberal). Wapres Boediono mengatakan, “Sedang digarap Menko Perekonomian rencana tiga tahun ke depan, akan ada pengurangan subsidi BBM dan listrik secara bertahap.” (Republika, 26/7/2011).

Di bidang pendidikan, persoalannya tak kalah menyakitkan. Di jenjang pendidikan tinggi, perguruan tinggi rata-rata memasang ‘tarif’ biaya masuk jutaan hingga ratusan juta rupiah. Inilah negeri dimana selain orang kaya “dilarang” bersekolah tinggi. Di tingkat pendidikan dasar dan menengah kondisinya tak jauh berbeda. Meski ada uang BOS, banyak orangtua siswa yang tidak bisa membelikan untuk anaknya yang duduk di SD/SMP buku, seragam sekolah, iuran bulanan, apalagi uang pangkal. Tidak aneh jika tahun ini saja 4,7 juta siswa SD dan SMP yang tergolong miskin terancam putus sekolah (lihat, Republika, 26/7/2011).

Di bidang politik, korupsi tetap menjadi isu dominan. Terakhir adalah kasus Nazaruddin yang notabene petinggi partai berkuasa, Partai Demokrat. Kasus Nazaruddin hanyalah puncak dari tumpukan kasus korupsi yang melibatkan para pejabat dan wakil rakyat di negeri ini. Ketua KPK Busyro Muqodas mengatakan bahwa saat ini ada 158 pejabat (150 pejabat daerah dan 8 gubernur) yang tersangkut berbagai masalah, dan kini menunggu izin dari Presiden untuk diperiksa KPK (Repulika.co.id, 6/5). Fungsional Humas KPK Irsyad Prakarsa juga menyatakan bahwa selama 2011 ini saja KPK berhasil menjerat 20 kepala daerah baik gubernur, bupati atau walikota yang terlibat korupsi (metrotvnews.com, 16/7).

Di bidang pemerintahan, alokasi APBN dari dulu tidak berubah. Yaitu 60% untuk biaya rutin seperti gaji pegawai, pejabat negara, pejabat pemerintah, perjalanan, ATK, perkantoran, dsb; 20% untuk nyicil hutang dan bunganya; dan 20 % untuk pembangunan. APBD pun tak berbeda. APBD 2011 rata-rata paling besar untuk gaji pegawai. Sebanyak 124 dari 526 kabupaten/kota anggaran belanja pegawai di atas 60% sementara belanja modalnya hanya 1-15 %. (lihat, Republika, 5/7).

10 Juni 2011

INDONESIA MASIH DIJAJAH !

Ada yang menarik dari pidato mantan presiden BJ Habibie pada peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Ia antara lain menegaskan, pengalihan kekayaan alam Indonesia ke pihak asing di era globalisasi ini merupakan bentuk VOC gaya baru. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), adalah sebuah organisasi kamar dagang Belanda yang mengeruk kekayaan Tanah Air saat zaman penjajahan dulu. (detiknews.com, 1/6/2011).

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sendiri, terutama sejak masa Reformasi, sudah sering dan berulang kali mengingatkan bangsa ini akan penjajahan asing di negeri ini, melalui buletin al-Islam, berbagai media cetak maupun online; juga lewat ceramah, dialog/diskusi, seminar atau aksi massa (masirah), dll.

Beberapa Agenda Penjajahan Gaya Baru

Sebetulnya, sejak masa Orde Baru, Indonesia telah masuk dalam cengkeraman penjajahan gaya baru. Pasca Reformasi cengkeraman itu makin kuat. Semua agenda penjajahan gaya baru itu ironisnya dilaksanakan dengan cukup baik dan sigap oleh pemerintahan selama ini. Diantaranya adalah:

1. Privatisasi.

Pemerintah telah memprivatisasi 12 BUMN pada periode 1991-2001 dan 10 BUMN pada periode 2001-2006. Pemerintah, pada tahun 2008, melalui Komite Privatisasi BUMN yang diketuai Menko Ekuin Boediono saat itu, mengharapkan agar dari 139 BUMN diprivatisasi menjadi 69 BUMN. Karenanya, privatisasi itu akan terus berjalan.

Kebijakan privatisasi di Indonesia semacam ini sebetulnya banyak didektekan oleh asing seperti dalam LoI dengan IMF; dan telah diatur sedemikian rupa seperti yang tertuang dalam dokumen milik Bank Dunia yang berjudul, Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan juga bahwa lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif dalam permasalahan privatisasi di Indonesia. Bank Pembangunan Asia (ADB)-dalam News Release yang berjudul, Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program, tanggal 4 Desember 2001-memberikan pinjaman US$ 400 juta, juga untuk program privatisasi BUMN di Indonesia.

2. Pencabutan Subsidi.

Pencabutan subsidi dijadikan sebagai pintu masuk bagi asing untuk melakukan agenda penjajahan. Pencabutan subsidi BBM, misalnya, meniscayakan harga BBM dijual dengan harga pasar. Itu berarti akan memberikan bagi perusahaan asing ikut bermain dalam bisnis migas di sektor hilir. Juga pencabutan subsidi di bidang pertanian (seperti pencabutan subsidi pupuk), kesehatan, pendidikan, dll.

3. Penguasaan SDA dan perekonomian oleh Asing.

Di bidang perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing. Diantaranya, Chevron 44%, Pertamina & mitra 16%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, BP 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1 % lainnya 3% (sumber: Dirjen Migas, 2009).

Sementara disektor hilir migas, mulai November 2005 keran investasi hilir migas dibuka bagi investor swasta dalam negeri dan asing. Pada tahun 2005 saja, menurut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro saat itu, sudah ada 7 investor yang sudah menyatakan komitmen melakukan investasi di sektor hilir migas tersebut. (CEO, No. 5. Th. I, Februari 2005).

Di bidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai asing. Porsi operator minyak dan gas, 75 % dikuasai asing. Asing juga menguasai 50,6% aset perbankan nasional per Maret 2011. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen. Begitu pula telekomunikasi dan industri sawit pun juga lebih banyak dikuasai asing (lihat, Kompas, 22/5).

4. Utang Luar Negeri.

Total utang pemerintah Indonesia hingga April 2011 mencapai Rp 1.697,44 triliun. Rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pusat hingga akhir April 2011 adalah: Bilateral: US$ 42,98 miliar, Multilateral: US$ 23,18 miliar; Komersial: US$ 3,21 miliar; Supplier: US$ 60 juta dan Pinjaman dalam negeri US$ 60 juta (detikfinance.com, 12/5). Perkembangan jumlah utang pemerintah bisa dilihat di tabel berikut:

Tahun

Utang (Triliun Rp)

2000

1.234,28

2001

1.273,18

2002

1.225,15

2003

1.232,50

2004

1.299,50

2005

1.313,50

2006

1.302,16

2007

1.389,41

2008

1.636,74

2009

1.590,66

2010

1.676,15

April 2011

1.697,44


Dampak Penjajahan Baru

Di antara dampak nyata penerapan agenda penjajahan baru di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kemiskinan.

Akibat penjajahan baru, di Indonesia saat ini terdapat sekitar 100 juta penduduk miskin menurut kategori Bank Dunia (Okezone, 18/8/2009).

2. Beban berat utang luar negeri.

Dalam APBN 2011, pembayaran utang negara (cicilan pokok+bunga utang) meningkat menjadi Rp 247 triliun (Rp 116,4 triliun hanya untuk membayar bunga saja) (Detikfinance.com, 9/1/2011).

3. Kekayaan lebih banyak dinikmati asing.

Penerimaan pajak, deviden dan royalti Pemerintah dari PT Freeport selama 2010 (sampai bulan September) adalah sebesar Rp 11,8 triliun (Kompas.com, 14/12/2010). Berapa penghasilan PT Freeport? Dengan saham 91,36%, penghasilan PT Freeport kira-kira Rp 106,2 triliun (Rp 11,8 triliun x 9). Hal yang serupa juga terjadi pada pengeloaan SDA migas dan tambang lainnya.

4. Kesenjangan.

Di Kaltim, batubara diproduksi sebanyak 52 juta meter kubik pertahun; emas 16.8 ton pertahun; perak 14 ton pertahun; gas alam 1.650 miliar meter kubik pertahun (2005); minyak bumi 79.7 juta barel pertahun, dengan sisa cadangan masih sekitar 1.3 miliar barel. Namun, dari sekitar 2.5 juta penduduk Kaltim, sekitar 313.040 orang (12.4 persen) tergolong miskin.

Di Aceh, cadangan gasnya mencapai 17.1 tiliun kaki kubik. Hingga tahun 2002, sudah 70 persen cadangan gas di wilayah ini dikuras oleh PT Arun LNG dengan operator PT Exxon Mobile sejak 1978. Namun, Aceh menjadi daerah termiskin ke-4 di Indonesia dimana 28,5 % penduduknya miskin.

Legislasi: Jalan Mulus Penjajahan Baru

Penjarahan kekayaan negeri ini bisa berjalan mulus diantaranya karena UU. Tercatat saat ini, Indonesia telah menerapkan kurang lebih 19 UU bernuansa kapitalistik Neoliberal.

Melalui legislasi perundang-undangan ini, perampasan kekayaan alam milik rakyat Indonesia menjadi legal dan karenanya tidak kentara. Padahal masing-masing undang-undang tersebut, bila dianalisis, berdampak pada kehancuran dahsyat bagi perekonomian nasional dan lingkungan; meningkatkan jumlah kemiskinan struktural, pengangguran, keegoisan, kebodohan, kematian, kelaparan dan chaos.

Raih Kesejahteraan dengan Syariah dan Khilafah

Ideologi dan sistem yang diterapkan di negeri ini nyatanya tidak mampu membebaskan negeri ini dari penjajahan dan menyejahterakan penduduknya. Karena itu, saatnyalah bangsa ini segera merujuk pada ideologi dan sistem Islam dalam mengelola negara. Itulah syariah yang diterapkan oleh sistem pemerintahan Khilafah. Penerapan syariah dalam sistem Khilafah merupakan konsekuensi keimanan dan wujud ketakwaan hakiki penduduk negeri ini yang mayoritas Muslim. Hanya dengan itulah bangsa ini dapat meraih kesejahteraan dan keberkahan di dunia sekaligus kebahagiaan di akhirat. Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Jika saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi (QS al-A’raf [7]: 96).

Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Nafsiyah ::.

Ihsan Dalam Segala Hal

« إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ »

Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka membunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih maka menyembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang dia sembelih (HR Muslim dan Ashhabus Sunan)

Hadis ini sahih sebagaimana jelas hadis ini dicantumkan di dalam Shahîh Muslim. Imam at-Tirmidzi juga berkomentar terhadap hadis ini: hasan sahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya, al-Bazzar dalam Musnad-nya, ath-Thabarani dalam Mu’jam al-Kabîr, Abd ar-Razzaq dalamMushannaf, al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubrâ, Syu’ab al-îmân, dan yang lainnya.

Makna Hadis

Sabda Rasul saw.: InnalLâh kataba al-ihsân ‘alâ kulli syay’in. Frasa kataba ‘alâ, menurut ulama ushul artinya mewajibkan. Namun, makna mewajibkan itu tidak bisa diterapkan. Sebab, kulli syay’in, yang menjadi sasaran kewajiban, meliputi segala sesuatu, termasukghayr mukallaf yang tidak bisa dibebani taklif. Karena itu, menurut mayoritas ulama, kata‘alâ dalam frasa tersebut bermakna (dalam). Jadi maknanya adalah kataba fî. Hal itu seperti jawaban Rasul saw. ketika ditanya tentang amal yang paling disukai: ash-shalâtu ‘alâ waqtihâ maknanya ash-shalâtu fî waqtihâ (shalat pada waktunya). Menurut sebagian ulama, kata ‘alâ itu selain bermakna juga bermakna li (untuk). Karena itu, frasa kataba ‘alâ tersebut bermakna menetapkannya sebagai bagian dari syariah, yakni mensyariatkannya atau memerintahkannya. Hanya saja, karena diungkapkan dengankataba ‘alâ maka perintah itu bersifat mu’akkad (ditekankan). Ath-Thayibi seperti dikutip oleh al-Mubarakfuri dalam Tuhfah al-Akhwadzi menjelaskan makna kata kataba di sini: “yaitu mewajibkan, secara mubâlaghah (melebih-lebihkan), sebab ihsan di sini adalahmustahab (sunnah) dan cakupan ihsan itu adalah makna tafadhdhul(kelebihan/keutamaan)”.

Penggunaan kata ‘alâ dengan makna atau li dan bukan menggunakan kata ilâ itu menunjukkan bahwa ihsan yang diperintahkan itu tidak spesifik untuk makhluk tertentu saja, tetapi umum untuk semua makhluk dan dalam segala hal. Dengan begitu ihsan itu diperintahkan dalam hal ibadah, dalam hubungan kita dengan diri kita sendiri dan hubungan kita dengan manusia lainnya; juga mencakup perlakuan kita kepada makhluk lainnya baik hewan, tumbuhan atau alam secara keseluruhan.

Kata al-ihsân dalam hadis ini bermakna umum sehingga mencakup semua bentuk dan jenis ihsan. Ihsan dalam hal ini bukan hanya ihsan secara syar’i yang telah didefinisikan oleh Rasul saw. dalam riwayat Ibn Umar ra.:

« اْلإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »

Ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Dia dan jika engkau tidak melihat Dia maka sesungguhnya Dia melihat engkau (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sebab, ihsan itu diperintahkan dalam segala sesuatu, sementara ihsan dalam hadis Ibn Umar itu khusus dalam ibadah. Dengan demikian maksud ihsan dalam hadis ini adalah makna bahasanya.

Menurut al-Jurjani di dalam At-Ta’rifât, secara bahasa ihsan adalah bagian kebaikan yang seharusnya dilakukan. Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip bahwa Ali bin Abi Thalib kw. menafsirkan ihsan dengan tafadhdhul (keutamaan-kelebihan). Asy-Syaukani di dalamFath al-Qadîr ketika menafsirkan QS an-Nahl ayat 90, mengatakan: makna ihsan secara bahasa ini menunjukkan bahwa ihsan adalah tafadhdhul (kelebihan/keutamaan) dengan sesuatu yang tidak wajib seperti sedekah sunnah. Termasuk ihsan adalah perbuatan yang karena itu seorang hamba diberi pahala, berupa apa-apa yang tidak diwajibkan oleh Allah dalam ibadah maupun selain ibadah. Karena itu, menurut Burhanuddin al-Biqai dalam tafsirnya Nazhm ad-Durar, ihsan adalah perbuatan ketaatan menurut profil yang paling tinggi.

Jadi hadis ini adalah perintah Allah agar kita melakukan ketaatan dalam segala hal sesempurna mungkin, baik dari sisi kuantitas maupun tatacara, bukan hanya mencukupkan pada yang wajib saja.

Kemudian Rasul saw. memberikan contoh ihsan itu dalam perbuatan yang terlihat kejam, yaitu membunuh dan menyembelih: “fa ahsinû al-qitlata dan fa ahsinû ad-dzabha-dalam riwayat lain adz-dzibhata-“. Kata al-qitlata dan adz-dzibhata bermakna hay’ah al-qatl wa adz-dzabh-bentuk dan tatacara membunuh dan menyembelih. Jadi yang diperintahkan di sini adalah ihsan dalam hal bentuk dan tatacara membunuh atau menyembelih, yaitu memilih cara-dalam batas ketentuan syariah-yang paling mudah, paling cepat dan paling kecil penderitaannya; tanpa menyiksa, menyayat apalagi mencincang sebelum membunuhnya. Membunuh di sini bersifat umum mencakup qishash, hadd (misalnyahadd murtad), maupun membunuh hewan, misalnya membunuh ular atau binatang buas yang menyerang.

Rasul saw. pun lebih mendetilkan ihsan itu dalam hal menyembelih. Beliau menyuruh untuk menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelih. Dengan demikian, ihsan dalam menyembelih itu adalah menyembelih menggunakan pisau setajam mungkin lalu menggerakkan pisau dengan kuat sehingga secepatnya memutus kerongkongan (jalan makanan), tenggorokan (jalan nafas/udara) dan dua urat di sekitar keduanya. Adapun menyenangkan hewan yang disembelih itu dijelaskan dalam beberapa riwayat: memberi minum sebelum disembelih, tidak menyembelih di hadapan hewan lain, tidak menajamkan pisau di depan hewan yang akan disembelih, tidak membantingnya, tidak menginjaknya, tidak memukulnya, dsb; juga membiarkan hewan itu mati sempurna (diam) sebelum dikuliti, disayat dan dipotong-potong.

Dengan demikian, hadis ini memerintahkan kita melakukan ketaatan dengan kadar, ukuran, jumlah dan tatacara dari sisi fisik, emosi maupun ekspresi dalam bentuk yang paling baik dan sempurna. Allâhumma ij’alnâ min al-muhsinîn

.....................................

Syariat Islam Menghilangkan Money Politic

Praktik politik uang (money politic) berkembang dan marak dalam sistem politik oportunistis. Sistem politik yang jauh dari pondasi agama, alias sekuler. Sistem politik yang lahir dari cara pandang benefit (asas manfaat), di mana untung dan rugi merupakan satu-satunya standar dalam berpolitik. Untuk meraih benefit (keuntungan), segala cara pun dihalalkan, asal tujuan tercapai.

Dalam landscape politik seperti itu, para politikus tidak pernah berpikir bagaimana mengurus urusan umat. Karena itu, mereka tidak pernah hadir di tengah-tengah umat, ketika mereka dibutuhkan. Mereka pun jauh dari umat. Mereka baru mendekat, atau tepatnya mendekati umat, ketika mereka membutuhkan umat untuk kepentingan politik mereka. Karenanya, aceptabilitas (penerimaan) mereka di tengah-tengah umat pun rendah. Demikian juga elektabilitas (keterpilihan) mereka.

Namun, alih-alih mereka memerhatikan dan mengurus kepentingan umat dengan tulus, yang dengan begitu aceptabilitas dan elektabilitas mereka bisa naik, justru mereka lebih memilih jalan pintas. Pada saat seperti itu, mereka pun menyogok umat dan siapapun yang bisa disogok dengan uang najis para politikus oportunistis itu. Umat yang hidup dalam kultur politik yang korup dan kesulitan ekonomi pun tidak jarang yang akhirnya ikut menikmati uang najis itu. Karenanya, terjadilah patgulipat, alias simbiosis mutualisme.

Landscape dan kultur politik seperti inilah yang berkembang dalam sistem politik kapitalis. Selama pondasi, standar dan cara pandang politiknya masih dibangun berdasarkan sekularisme dan asas manfaat, selama itu pula landscape dan kultur politik seperti ini akan terus hidup dan tumbuh subur. Untuk menghentikan praktik politik seperti ini, yang dibutuhkan bukan hanya sekadar reformasi, tetapi perubahan mendasar. Akidah sekuralisme, yang menjadi pondasi politik oportunistis harus dibuang, diganti dengan Islam. Demikian pula, standar dan cara pandang benefit, harus dibuang jauh-jauh, diganti dengan halal-haram. Praktik menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan juga harus dihilangkan, diganti dengan keterikatan pada hukum syariah. Inilah perubahan mendasar yang dibutuhkan dan harus dilakukan.

Pertanyaannya kemudian, apa jaminannya jika Islam diterapkan, landscape dan kultur politik yang korup, termasuk politik uang (money politic) bisa dihilangkan? Jawabannya, pertama, jaminan itu ada pada akidah Islam yang menjadi pondasi kehidupan, termasuk sistem politik. Akidah Islam menjadikan setiap pemeluknya mempunyai ketakwaan kepada Allah dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga muncul self control (control pribadi) di dalam diri mereka. Dengan ketakwaan yang sama, masyarakat juga memilikisocial control, sehingga kewajiban amar makruf dan nahi munkar bisa berjalan dengan baik dan efektif di tengah-tengah masyarakat. Dengan akidah Islam pula, tidak ada satu pun hukum yang dijalankan oleh negara, kecuali hukum Islam. Negara pun tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum terhadap seluruh rakyat. Karena itu, dengan ketiga faktor ini, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang konsisten menegakkan hukum Islam, maka satu-satunya kultur yang tumbuh dan berkembang adalah kultur yang baik dan sehat.
Ketika Abu Hurairah diutus oleh Nabi SAW selaku kepala negara untuk mengambil jizyahdan kharaj dari warga Yahudi, mereka pun berusaha menyuap utusan Nabi tersebut dengan mengumpulkan perhiasan istri-istri dan anak-anak mereka. Mereka mengatakan, “Kami telah mengumpulkan perhiasan ini dari istri-istri dan anak-anak perempuan kami untuk Anda, agar Anda bisa mengurangi jumlah pungutan yang Anda ambil dari kami.” Dengan tegas, Abu Hurairah pun menolak, seraya berkata, “Celakah kalian wahai bangsa Yahudi. Karena tindakan kalian, Allah telah melaknat kalian melalui lisan Nabi Dawud.” Ketika mendengar jawaban Abu Hurairah itu, mereka menyatakan, “Andai saja para pejabat negara seperti Anda, niscaya langit dan bumi ini akan tetap tegak selamanya.” Abu Hurairah bisa seperti itu karena ketakwaan pribadinya, sehingga self control-nya begitu kuat, dan tidak mempan disuap.

Ketika Khalifah Mu’awiyah melaknat Imam ‘Ali di mimbar-mimbar masjid, Asma’ binti Abu Bakar, mendatanginya dan menasihatinya agar tidak melakukan tindakan tidak etis itu. Bukan hanya Asma’, jamaah pun meninggalkannya agar tidak mendengarkannya melaknat ‘Ali (al-Ya’qubi, Tarikh al-Ya’qubi, 155). Ketika Khalifah Ja’far bin al-Manshur berangkat haji dari Baghdad ke tanah suci dengan menyertakan rombongan, maka seorang ulama berdiri menasihatinya seraya mempertanyakan dana yang digunakan sang khalifah untuk memberangkatkan mereka. Ulama itu adalah Sufyan as-Tsauri (Ibn Qutaibah ad-Dainuri, al-Imamah wa as-Siyasah, Juz II/172). Seorang raja ulama sekelas Izzuddin bin Abdussalam, ketika melihat kesalahan penguasa dalam kebijakan politik mereka, tidak segan-segan untuk membeberkan dan mengoreksi kesalahan tersebut di mimbar-mimbar khutbah. Ketika ditanya oleh muridnya, apakah ia tidak khawatir dengan tindakannya? Dengan tegas ia menyatakan, “Ketika Allah telah aku hadirkan dalam diriku, maka penguasa itu di mataku, ibarat seekor kucing.” (Fauzi Sinnuqarth, Taqarrub Ila-Llah, hal. 161) Sekali lagi, ketakwaanlah yang membentuk social control dalam diri Asma’, Sufyan as-Tsauri dan Izzuddin Abdussalam.

Ini hanya sekelumit contoh, bahwa Islam merupakan jaminan tumbuh dan berkembangnya landscape dan kultur politik yang bersih di tengah-tengah masyarakat. Selain ketiga faktor di atas, Islam juga mempunyai mekanisme yang jelas sehingga praktik-praktik politik yang kotor dan korup itu bisa dibersihkan.

Islam, misalnya, dengan tegas mengharamkan praktik suap, penyuap (ar-rasyi), penerima suap (al-murtasyi) dan perantara/broker (ar-ra’is bainahuma). Bukan hanya suap yang diharamkan, tetapi hadiah yang diberikan kepada penguasa juga diharamkan. Selain mengharamkan praktik suap dan hadiah, Islam juga menutup celah tumbuh dan berkembangnya praktik kotor seperti ini. Karena umumnya praktik suap dan hadiah ini terkait dengan kepentingan (kemaslahatan) penyuap yang hendak dipenuhi, sementara aspek ini terkait dengan urusan administrasi dan birokrasi, maka Islam pun membangun administrasi dan birokrasinya dengan tiga prinsip dasar: (1) birokasi yang sederhana (basathah fi an-nidzam); (2) cepat proses dan penyelesaiannya (sur’ah fi injaz); (3) ditangani oleh orang cakap dan bertakwa (‘Abd al-Qadim Zallum, Nidzam al-Hukm fi al-Islam, hal. 211-213).

Selain ketiga ciri di atas, birokrasi dan administrasi negara juga tidak bersifat sentralistik, tetapi desentralistik. Di tiap kota kecil atau besar ada biro administrasi, yang memungkinkan penduduk setempat untuk menyelesaikan urusan administrasi cukup di tempatnya, tidak perlu harus merujuk ke pusat. Manajemennya pun berkembang mengikuti perkembangan sarana dan prasarana, atau teknologi mutakhir. Tidak hanya itu, biro-biro ini juga dikepalai oleh ahli di bidangnya, serta memiliki sifat amanah, ikhlas, bertakwa kepada Allah dan cakap (Muhammad Husain ‘Abdullah, Dirasat fi al-Fikr al-Islam, hal. 86).

Dengan sistem seperti itu, celah dan peluang terjadinya praktik suap dan korupsi bisa ditutup rapat-rapat. Jika seluruh celah dan peluang tersebut tidak ditutup, tetapi masih nekat melakukan korupsi, maka hukum akan ditegakkan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Islam pun menetapkan ta’zir, sebagai bentuk sanksi yang diberlakukan kepada mereka, di mana kadar dan beratnya akan ditetapkan oleh hakim.

Dengan semuanya itu, maka masyarakat pun bersih dari landscape dan kultur politik yang korup dan kotor, yang bukan saja membahayakan pelakunya, tetapi juga sendi-sendiri kehidupan masyarakat, bisa dibersihkan sebersih-bersihnya. Namun, semuanya itu hanya bisa diwujudkan dalam sebuah negara yang bernama Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Itulah negara yang diidam-idamkan oleh setiap orang Mukmin.Wallahu a’lam.

Pengetahuan Islam ::.

Menggugat Jalan Demokrasi !

Pergolakan Di Timur Tengah Menunjukkan Kegagalan Jalan Demokrasi Untuk Melakukan Perubahan yang Substansial

Klaim sebagian pihak yang menyatakan pergolakan di Timur Tengah merupakan kemenangan demokrasi, sangat patut dipertanyakan. Yang terjadi sebenarnya adalah hal yang natural. Pemerintah diktator yang bertindak represif dan gagal menyejahterakan rakyatnya, sekuat apa pun akan tumbang. Dalam kondisi seperti ini, yang penting bagi rakyat adalah turunnya penguasa diktator. Artinya, bisa jadi rakyat tidak begitu peduli apakah itu demokrasi atau tidak!

Sebaliknya, perubahan yang terjadi di Timur Tengah saat ini justru dilakukan bukan dengan jalan demokrasi, tapi gerakan rakyat di luar parlemen (ekstra parlemen). Selama ini, ada semacam racun pemikiran yang terus ditebarkan di tengah umat Islam, kalau ingin merubah harus masuk parlemen , harus bergabung dalam ritual demokrasi. Gejolak Timur Tengah secara nyata membantah pandangan ini.

Disamping tidak efektif untuk membuat perubahan yang substansial , ritual demokrasi ini mengandung banyak persoalan. Yang mendasar adalah adalah bahaya ideologis. Demokrasi dengan pilar utamanya kedaulatan rakyat (as siyadah lil sya’bi) , telah menjadikan sumber hukum adalah akal dan hawa nafsu manusia atas nama rakyat.

Hal ini sangat-sangat bertentangan dengan prinsip utama aqidah Islam berupa kedaulatan di tangan Allah SWT (as-siyadah lil syar’i). Karenanya, yang menentukan yang hak dan yang batil adalah syariat Islam yang sumber hukum utama Al Qur’an dan as Sunnah. Islam dengan tegas menyatakan hak membuat hukum ada di tangan Allah SWT :inil hukmu illa lillah(QS Yusuf : 40). Dalam tafsir al Baghawi dijelaskan al hukmu itu berupa peradilan, syariat , hukum (al qodhou), perintah (al amru) dan larangan (an nahyu).

Tidak berhukum pada hukum Allah SWT dengan tegas dinyatakan sebagai bentuk kekufuran. Firman Allah SWT : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS Al Maidah : 44).

Tidak mengherankan kalau partai-partai yang mengklaim Islam, saat bergabung dengan ritual sekuler ini mengalami distorsi ideologis. Bahkan cendrung menjadi pragmatis, karena hanya berpikir bagaimana meraih suara terbanyak dengan berbagai cara. Alih-alih merubah, kehadiran mereka justru menjadi legitimasi sistem kufur yang memperpanjang usia sistem yang rusak ini.

Demokrasi juga menjadi alat untuk memperkuat intervensi asing lewat tokoh dan parpol yang didukung Barat, menimbulkan suasana konflik masyarakat, internal parpol, antar parpol. Pemerintah dan elit politik yang terpilih juga tidak pernah fokus mengurus rakyat karena sibuk mengurus ‘perpanjangan kekuasaan.

Biaya politik yang besar juga telah menyedot uang rakyat, yang seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan mereka. Biaya demokrasi yang mahal itu menjadi pintu bagi politik transaksional yang menumbuh suburkan money politic, praktik kolusi, korupsi.

Sayangnya perubahan ekstra parlemen ini baru sebatas keinginan pergantian rezim. Tanpa visi perubahan bisa dibajak oleh berbagai kepentingan. Seperti kepentingan rezim lama yang berganti wajah menjadi pendukung rakyat dan terkesan reformis.

Termasuk rawan dibajak kepentingan asing. Perubahan terjebak pada menjadi alat revitalisasi dominasi negara besar dengan mengangkat rezim baru yang tetap dalam kontrol mereka. Amerika yang selama 30 tahun mendukung rezim Mubarak yang diktator, berubah arah seakan-akan menjadi pembela rakyat Mesir, untuk tetap mempertahankan kepentingannya.

Namun, gerakan people power - apalagi tanpa dukungan ahlul quwwah (kelompok militer)- bisa berujung berujung pada pertumpahan darah , kekacauan, perusakan hak milik umum, konflik horizontal hingga pembantaian sesama umat Islam. Kecendrungan ini terjadi di Libya. Dan jika rakyat tidak berhasil menumbangkan rezim, maka akan membuat penguasa tambah bengis dan paranoid

Karena itu seharusnya kita belajar dari perubahan yang dilakukan oleh Rosulullah SAW. Dengan dasar keimanan Rosulullah memiliki visi yang jelas, yaitu bagaimana agar Islam bisa diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu Rosulullah SAW melakukan dua hal penting berupa penyadaran masyarakat tentang Islam dan mencari dukungan (an nushroh) dari ahlul quwwah berupa pemimpin -pemimpin kabilah. Rosulullah SAW mengajak mereka masuk Islam dan meminta mereka memberikan dukungan kepada kekuasaan Islam.

Lewat upaya yang sungguhnya-sungguh akhirnya, masyarakat Madinah sadar, siap dan rela diatur oleh Islam. Sementara ahlul Quwwah (para pemimpin qabilah dari Aus dan Khazraj) dengan ikhlas dan tanpa syarat menyerahkan kekuasaan kepada Rosulullah SAW dengan mengangkatnya menjadi kepala negara. Inilah yang menjadi kunci kenapa perubahan yang dilakukan Rosulullah SAW meskipun bersifat inqilabiyah (mendasar dan menyeluruh), namun nyaris tanpa pertumpahan darah. Inilah yang harus kita tiru

.:: Artikel ::.

Islam Tidak Akan Tegak Tanpa Khilafah

Wahai kaum Muslim: Kita harus menjadikan tegaknya Khilafah sebagai persoalan utama (qadhiyah mashîriyah) kita. Di mana demi tegaknya Khilafah kita korbankan jiwa dan harta benda kita yang paling berharga sekalipun; kita akan menebusnya dengan darah dan nyawa; dan kita tidak akan pernah mengabaikan apalagi melupakannya meski hanya sedetik saja, selama kita masih hidup. Kita melakukan semua ini, sebagai bentuk ketaatan kita pada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bersabda: “Wahai paman. Demi Allah. Sekiranya mereka meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, niscaya aku tidak akan pernah meninggalkannya sampai Allah memenangkannya, atau aku binasa dalam mendakwahkannya.

Islam tidak akan tegak kecuali dengan Khilafah; dan juga Islam tidak akan pernah memimpin dunia kecuali dengan Khilafah.

Sehingga, demi membangun benteng yang kokoh, istana yang megah dan tiang-tiang penyanggah yang kuat, maka kami menyeru kalian, wahai orang-orang beriman.

Ingat! Hanya dengan tegaknya Khilafah, kita raih kemuliaan dan kebesaran, kedudukan dan kekuasaan; dan hanya dengan Khilafah, Tuhan kalian akan menolong dan memenangkan kalian. Kemudian, seluruh penduduk bumi akan mencintai kalian, dan para malaikat di langit akan ber-istighfâr (memintakan ampun) untuk kalian. Dengan demikian, kalian akan menjadi orang-orang yang sukses meraih kebahagiaan fi ad-dârain(dunia dan akhirat).

Ketahuilah, wahai hamba Allah. Semoga Allah merahmati kita semua: Sungguh ini merupakan perkara yang amat sangat serius, dan musibah yang besar. Sehingga dibutuhkan amal (usaha) dengan tenaga yang luar biasa, namun sangat besar pahalanya; sulit pelaksanaannya, namun sangat besar ganjarannya; serta membutuhkan pemahaman yang cermat, mahar yang mahal, kesabaran yang tak penah berakhir, dan strategi yang jenius. Apakah kalian di antara orang yang bersiap sedia berjuang menegakkannya?!

Khilafah adalah setetes air di atas tanah kering dan gersang, kemudian menghidupkannya hingga menjadi hamparan tanah hijau, yang menyenangkan bagi siapa saja yang melihatnya.

Khilafah merupakan obat mujarab untuk berbagai penyakit yang diderita kaum Muslim. Bahkan tidak hanya untuk kaum Muslim saja, namun untuk semua orang yang ada di bumi ini.

Allah SWT berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al-Anbiyâ’ [21] : 107).

-----------------------------------------

Apa Itu Khilafah?

  • Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah; dua kata ini mengandung pengertian yang sama dan banyak digunakan dalam hadits-hadits shahih.
  • Sistem pemerintahan Khilafah tidak sama dengan sistem manapun yang sekarang ada di Dunia Islam. Meskipun banyak pengamat dan sejarawan berupaya menginterpretasikan Khilafah menurut kerangka politik yang ada sekarang, tetap saja hal itu tidak berhasil, karena memang Khilafah adalah sistem politik yang khas.
  • Khalifah adalah kepala negara dalam sistem Khilafah. Dia bukanlah raja atau diktator, melainkan seorang pemimpin terpilih yang mendapat otoritas kepemimpinan dari kaum Muslim, yang secara ikhlas memberikannya berdasarkan kontrak politik yang khas, yaitu bai’at.Tanpa bai’at, seseorang tidak bisa menjadi kepala negara. Ini sangat berbeda dengan konsep raja atau dictator, yang menerapkan kekuasaan dengan cara paksa dan kekerasan. Contohnya bisa dilihat pada para raja dan diktator di Dunia Islam saat ini, yang menahan dan menyiksa kaum Muslim, serta menjarah kekayaan dan sumber daya milik umat.
  • Kontrak bai’at mengharuskan Khalifah untuk bertindak adil dan memerintah rakyatnya berdasarkan syariat Islam. Dia tidak memiliki kedaulatan dan tidak dapat melegislasi hukum dari pendapatnya sendiri yang sesuai dengan kepentingan pribadi dan keluarganya. Setiap undang-undang yang hendak dia tetapkan haruslah berasal dari sumber hukum Islam, yang digali dengan metodologi yang terperinci, yaitu ijtihad. Apabila Khalifah menetapkan aturan yang bertentangan dengan sumber hukum Islam, atau melakukan tindakan opresif terhadap rakyatnya, maka pengadilan tertinggi dan paling berkuasa dalam sistem Negara Khilafah, yaitu Mahkamah Mazhalim dapat memberikan impeachment kepada Khalifah dan menggantinya.
  • Sebagian kalangan menyamakan Khalifah dengan Paus, seolah-olah Khalifah adalah Pemimpin Spiritual kaum Muslim yang sempurna dan ditunjuk oleh Tuhan. Ini tidak tepat, karena Khalifah bukanlah pendeta. Jabatan yang diembannya merupakan jabatan eksekutif dalam pemerintahan Islam. Dia tidak sempurna dan tetap berpotensi melakukan kesalahan. Itu sebabnya dalam sistem Islam banyak sarana check and balance untuk memastikan agar Khalifah dan jajaran pemerintahannya tetap akuntabel.
  • Khalifah tidak ditunjuk oleh Allah, tetapi dipilih oleh kaum Muslim, dan memperoleh kekuasaannya melalui akad bai’at.Sistem Khilafah bukanlah sistem teokrasi. Konstitusinya tidak terbatas pada masalah religi dan moral sehingga mengabaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, kebijakan luar negeri dan peradilan. Kemajuan ekonomi, penghapusan kemiskinan, dan peningkatan standar hidup masyarakat adalah tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan oleh Khilafah. Ini sangat berbeda dengan sistem teokrasi kuno di zaman pertengahan Eropa dimana kaum miskin dipaksa bekerja dan hidup dalam kondisi memprihatinkan dengan imbalan berupa janji-janji surgawi. Secara histories, Khilafah terbukti sebagai negara yang kaya raya, sejahtera, dengan perekonomian yang makmur, standar hidup yang tinggi, dan menjadi pemimpin dunia dalam bidang industri serta riset ilmiah selama berabad-abad.
  • Khilafah bukanlah kerajaan yang mementingkan satu wilayah dengan mengorbankan wilayah lain. Nasionalisme dan rasisme tidak memiliki tempat dalam Islam, dan hal itu diharamkan. Seorang Khalifah bisa berasal dari kalangan mana saja, ras apapun, warna kulit apapun, dan dari mazhab manapun, yang penting dia adalah Muslim.Khilafah memang memiliki karakter ekspansionis, tapi Khilafah tidak melakukan penaklukkan wilayah baru untuk tujuan menjarah kekayaan dan sumber daya alam wilayah lain. Khilafah memperluas kekuasaannya sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya, yaitu menyebarkan risalah Islam.
  • Khilafah sama sekali berbeda dengan sistem Republik yang kini secara luas dipraktekkan di Dunia Islam. Sistem Republik didasarkan pada demokrasi, dimana kedaulatan berada pada tangan rakyat. Ini berarti, rakyat memiliki hak untuk membuat hukum dan konstitusi. Di dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syariat. Tidak ada satu orang pun dalam sistem Khilafah, bahkan termasuk Khalifahnya sendiri, yang boleh melegislasi hukum yang bersumber dari pikirannya sendiri.
  • Khilafah bukanlah negara totaliter. Khilafah tidak boleh memata-matai rakyatnya sendiri, baik itu yang Muslim maupun yang non Muslim. Setiap orang dalam Negara Khilafah berhak menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan-kebijakan negara tanpa harus merasa takut akan ditahan atau dipenjara. Penahanan dan penyiksaan tanpa melalui proses peradilan adalah hal yang terlarang.
  • Khilafah tidak boleh menindas kaum minoritas. Orang-orang non Muslim dilindungi oleh negara dan tidak dipaksa meninggalkan keyakinannya untuk kemudian memeluk agama Islam. Rumah, nyawa, dan harta mereka, tetap mendapat perlindungan dari negara dan tidak seorangpun boleh melanggar aturan ini. Imam Qarafi, seorang ulama salaf merangkum tanggung jawab Khalifah terhadap kaum dzimmi:“Adalah kewajiban seluruh kaum Muslim terhadap orang-orang dzimmi untuk melindungi mereka yang lemah, memenuhi kebutuhan mereka yang miskin, memberi makan yang lapar, memberikan pakaian, menegur mereka dengan santun, dan bahkan menoleransi kesalahan mereka bahkan jika itu berasal dari tetangganya, walaupun tangan kaum Muslim sebetulnya berada di atas (karena faktanya itu adalah Negara Islam). Kaum Muslim juga harus menasehati mereka dalam urusannya dan melindungi mereka dari ancaman siapa saja yang berupaya menyakiti mereka atau keluarganya, mencuri harta kekayaannya, atau melanggar hak-haknya.”
  • Dalam sistem Khilafah, wanita tidak berada pada posisi inferior atau menjadi warga kelas dua. Islam memberikan hak bagi wanita untuk memiliki kekayaan, hak pernikahan dan perceraian, sekaligus memegang jabatan di masyarakat. Islam menetapkan aturan berpakaian yang khas bagi wanita – yaitu khimar dan jilbab, dalam rangka membentuk masyarakat yang produktif serta bebas dari pola hubungan yang negatif dan merusak, seperti yang terjadi di Barat.
  • Menegakkan Khilafah dan menunjuk seorang Khalifah adalah kewajiban bagi setiap Muslim di seluruh dunia, lelaki dan perempuan. Melaksanakan kewajiban ini sama saja seperti menjalankan kewajiban lain yang telah Allah Swt perintahkan kepada kita, tanpa boleh merasa puas kepada diri sendiri. Khilafah adalah persoalan vital bagi kaum Muslim.
  • Khilafah yang akan datang akan melahirkan era baru yang penuh kedamaian, stabilitas dan kemakmuran bagi Dunia Islam,mengakhiri tahun-tahun penindasan oleh para tiran paling kejam yang pernah ada dalam sejarah. Masa-masa kolonialisme dan eksploitasi Dunia Islam pada akhirnya akan berakhir, dan Khilafah akan menggunakan seluruh sumber daya untuk melindungi kepentingan Islam dan kaum Muslim, sekaligus menjadi alternatif pilihan rakyat terhadap sistem Kapitalisme.



.:: Ustadz Menjawab ::.

Wajib di-klik ::.



.:: Asmaul Husna ::.





Koleksiku

Koleksiku

Salma & Akbar

Salma & Akbar



Salma Ghoziyah A.

Salma Ghoziyah A.

About

Akbar Muhammad A.

Akbar Muhammad A.

Search box

About Author

Footer