24 September 2010

20 Gaya Posting Blog

Kebetulan hari ahad kemarin (7 Maret 2010) diminta mas Vavai, atas nama teman-teman komunitas blogger bekasi untuk ngisi acara Amprokan Blogger 2010. Yang pasti Amprokan Blogger 2010 ini acara seru sekali. Saya salut dengan kegigihan panitia yang berhasil meng-arrange acara, yang mensinergikan acara komunitas dengan kegiatan pemerintah pusat dan daerah. Mudah-mudahan bisa terus berlanjut ke tahun-tahun berikutnya … Amiiiin :) Saya satu sesi bareng mas Budi Putra dan mas Mabrur, meskipun akhirnya berbeda topik hihihi. Baru konfirmasi harus ngisi tentang apa dengan mas Vavai sekitar pukul 11 malam sebelumnya. Sebenarnya tema besarnya tentang Green Cyber City, hanya jujur, lagi nggak pengen ngomongin yang sulit-sulit. Akhirnya saya bawakan tema diskusi masalah virus “ogah posting” yang melanda para blogger akhir-akhir ini. Virus yang menggerogoti produktifitas para blogger ini di satu sisi memang buruk, tapi di sisi lain sebenarnya ada hikmahnya, karena blogger ingin menjaga kualitas tulisannya. Tapi tentu antibiotiknya harus segera kita siapkan, khususnya bagi blogger yang sudah masuk ke fase kritis dan berslogan ”mending ga usah nulis, daripada nulis ga berkualitas”.

Ada banyak gaya nulis posting blog yang bisa kita kombinasikan di posting blog kita, tanpa mengorbankan karakter dan brand blog kita. Sekali lagi harap dipahami, yang saya bahas adalah gaya postingan blog, dan bukan jenis, genre atau topik artikel blog. Gaya postingan tidak akan mengubah karakter dan topik bahasan blog kita, hanya membuat variasi untuk mempertahankan “kekuatan” nulis kita. Tulisan saya olah dan adaptasi dari presentasi menarik Rohit Bhargava berjudul 25 Basic Styles of Blogging yang dibuat di sekitar tahun 2007.

Saya rangkumkan bahwa ada sekitar 20 gaya posting blog yang bisa kita gunakan pada blog kita. Supaya tidak bingung memahami tips yang ada pada tiap gaya, penjelasannya adalah seperti berikut:

  1. Maksimal Posting Per Pekan: Jumlah maksimal posting artikel per pekan yang dianjurkan, supaya orang tidak menjadi bosan (1, 2, 3,4,5+)
  2. Popularitas: Tingkat popularitas dari gaya posting blog ini (1-5)
  3. Kesulitan: Tingkat kesulitan membuat artikel dengan gaya posting blog ini (mudah, sedang, sulit)

Okeh, kita mulai yuk, Oh ya, apabila tertarik dengan presentasi (slide) yang saya bawakan pada acara Amprokan Blogger 2010, bisa didownload di akhir artikel ini. Posting ini adalah rangkuman dari apa yang saya tulis di slide, contoh-contoh nyata gaya posting blog beserta detail tipsnya dapat dipelajari melalui slide dalam format PDF.

  1. Insight Bloggingg: Membagi ide orisinil, pemikiran yang mendalam, trend dan komentar tentang suatu topik. Termasuk gaya ngeblog yang paling sulit dilakukan. Boleh memposting lebih dari lima kali sepekan dan tingkat popularitasnya juga tinggi (4). Meskipun harus dipahami bahwa tingkat kesulitannya adalah sangat tinggi (sulit).

  2. Ambition Blogging: Tujuan posting untuk mencapai suatu ambisi dan cita-cita yang diinginkan. Biasanya posting ditujukan untuk para pembuat keputusan. Karena tingkat kesulitan menulisnya relatif rendah dan demikian juga dengan popularitasnya, maka sebaiknya tidak memposting lebih dari satu artikel per pekan.

  3. PiggyBack Blogging: Posting tentang suatu topik yang sedang populer dan ramai ditampilkan di media massa. Bentuknya bisa opini, kajian analisa, dsb. Dengan tingkat kesulitan sedang dan popularitas yang lumayan (3), maka berburu posting seperti ini mungkin pilihan yang menarik bagi blogger yang tulisannya sedikit dikomentari orang.

  4. Life Blogging: Disebut juga dengan reality blogging. Posting tentang cerita nyata yang terjadi pada kehidupan kita sehari-hari. Relatif mudah dilakukan, meskipun popularitasnya sedang (2). Jumlah postingan dengan gaya ini boleh lebih dari lima kali sepekan.

  5. Brand Blogging: Posting tentang atribut positif dari suatu brand, personal atau produk (inside look). Bisa juga berupa asosiasi individu dengan suatu brand baik sifatnya official atau unofficial. Harus hati-hati disikapi, meskipun tampak menggoda, dan boleh dilakukan lebih dari lima kali sepekan, tapi popularitasnya relatif rendah (2).

  6. Detractor Blogging: Posting tentang rasa tidak suka, komplen terhadap suatu layanan, produk atau brand. Biasanya karena blogger mendapatkan pengalaman buruk ketika menggunakan layanan, produk dan brand tersebut. Meskipun tingkat popularitas lumayan tinggi (3), tapi harap diingat untuk tidak melakukan posting dengan gaya ini sepekan lebih dari satu kali. Saya sendiri hanya pernah melakukan empat kali posting dalam kehidupan blogging saya. Terlalu vulgar melakukan detractor blogging akan membuat kita berhadapan dengan pasal 27 UU ITE.

  7. Annoucement Blogging: Posting berupa suatu berita, pengumuman atau isu besar yang tidak diketahui umum sebelumnya. Efek maksimum akan diperoleh apabila kita menjadi penyebar berita yang pertama tentang isu tersebut. Meskipun termasuk posting yang sangat sulit khususnya mendapatkan timingnya, tapi termasuk yang kadang harus kita kejar karena tingkat popularitasnya yang aduhai banget (5)

  8. Link Blogging: Posting berupa koleksi link situs, blog atau konten lain yang dibutuhkan oleh pembaca. Apabila kita berhasil menyajikan link yang sangat dibutuhkan oleh pembaca kita, maka url posting kita ini akan dibookmark dan disimpan oleh pembaca kita. Kesulitannya lumayan, tapi popularitasnya relatif tinggi

  9. Video Blogging: Posting berupa video orisinil yang dibuat sendiri. Bisa juga dengan meletakkan video di YouTube, dibuatkan linknya di posting blog kita dan kita beri komentar dan analisa yang menarik. Popularitas tergantung dari kualitas video dan komentar yang kita sampaikan.

  10. Photo Blogging: Posting yang utamanya berisi hasil jepretan foto. Foto biasanya berbentuk seri yang kita ambil langsung dari kamera kita. Bisa diberi tambahan komentar di posting ataupun hanya foto saja. Tingkat kesulitan lebih rendah daripada Video Blogging, tapi popularitasnya relatif sama. Cocok untuk menambal kebosanan pembaca kita yang sudah terbiasa membaca artikel yang berbentuk text di blog kita.

  11. Review Blogging: Opini dan review yang jujur dari kita mengenai suatu produk atau layanan. Bisa karena adanya permintaan, bayaran, atau inisiatif kita pribadi. Posting yang relatif mudah dilakukan, tapi popularitasnya lumayan. Termasuk posting yang harus sering kita kejar

  12. Evangelist Blogging: Tujuan untuk menginspirasi orang lain supaya percaya terhadap sesuatu yang kita percayai. Sesuatu itu bisa berupa masalah sosial, organisasi, produk atau individu yang kita percayai. Akan lebih dahsyat lagi apabila inspirasi dan ajakan dilandasi kajian yang semi ilmiah

  13. List Blogging: Posting berupa rangking 10 besar (top ten) atau semacamnya tentang suatu hal. Posting biasanya akan di bookmark dan disebarluaskan oleh pembaca blog kita. Dengan kesulitan sedang dan maksimal posting boleh lebih dari lima kali per pekan, termasuk yang mungkin harus sering kita buat. Apalagi kalau melihat tingkat popularitasnya yang tinggi (5). Bisa dimulai dengan merangking sesuatu yang sederhana dan parameter penilaian yang mudah.

  14. Survey Blogging: Posting berupa survey yang kita harapkan dijawab oleh pembaca blog kita. Survey bisa menggunakan plugin polling atau kita minta pembaca langsung menjawab di kolom komentar blog kita. Popularitasnya tinggi (4) dan mungkin relatif mudah kita lakukan bila kita menggunakan plugin polling. Bisa dimulai dengan membuat survey sederhana tentang aktifitas kita, buku yang kita baca, rumah yang ideal atau sesuatu yang sedang trend di masyarakat.

  15. Repost Blogging: Mengambil tulisan atau posting dari blog atau situs lain dan memposting di blog kita. Biasanya dengan diberi komentar tambahan atau hanya copas habis-habisan. Termasuk yang selalu saya hindari dalam ngeblog dan memang sebaiknya tidak kita lakukan karena akan menurunkan brand blog kita.

  16. Guest Blogging: Menulis artikel yang dipublish pada blog atau situs lain yang bukan milik kita. Biasanya karena kita bergabung ke sebuah komunitas atau kita tidak punya sarana untuk ngeblog.

  17. Interview Blogging: Posting berupa hasil interview terhadap seseorang. Dipublish dalam bentuk text (transkrip), audio, atau video. Relatif sulit, tapi biasanya popularitasnya cukup tinggi. Boleh dilakukan lebih dari lima kali sepekan.

  18. Event Blogging: Posting berupa kesan, opini dan pemikiran tentang suatu event (seminar, conference, konser, etc) yang kita ikuti ataupun tidak. Popularitasnya tinggi bila banyak pembaca kita yang berhubungan dengan event yang kita postingkan

  19. Live Blogging: Posting apa yang saat ini sedang terjadi secara realtime. Biasanya blogger menggunakan peralatan mobile dan pembaca mengikuti melalui RSS (sindikasi). Beberapa blogger sekarang menggunakan facebook dan twitter untuk live blogging. Termasuk yang popularitasnya tinggi, tapi harus hati-hati dalam editing artikel karena tingkat kesalahan menulis pada live blogging cukup tinggi (terbatasnya waktu).

  20. Classified Blogging: Adanya kebutuhan terhadap suatu produk atau layanan. Posting berupa pembukaan lowongan atau pernyataan pencarian suatu produk atau layanan yang kita inginkan untuk dibeli atau dijual. Mudah sekali dilakukan dan sebaiknya tidak sering kita lakukan

Demikian 20 gaya posting blog yang kita bisa gunakan untuk memperkaya konten blog kita. Blogger juga manusia yang merasakan letih, penat dan bosan. Selalu berorientasi Insight Blogging adalah baik, tapi bukan berarti ketika kondisi kita sedang tidak ada ide, terus blogging jadi terhenti. Kombinasikan dengan Photo Blogging, List Blogging, Live Blogging, etc bila keadaan memungkinkan. Itu akan membuat blog kita tidak membosankan, dan yang pasti kita tetap tidak kehilangan karakter kita dalam ngeblog. (by Romi Satria Wahono/http://romisatriawahono.net/2010/03/08/20-gaya-posting-blog/

)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nafsiyah ::.

Ihsan Dalam Segala Hal

« إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ »

Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka membunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih maka menyembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang dia sembelih (HR Muslim dan Ashhabus Sunan)

Hadis ini sahih sebagaimana jelas hadis ini dicantumkan di dalam Shahîh Muslim. Imam at-Tirmidzi juga berkomentar terhadap hadis ini: hasan sahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya, al-Bazzar dalam Musnad-nya, ath-Thabarani dalam Mu’jam al-Kabîr, Abd ar-Razzaq dalamMushannaf, al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubrâ, Syu’ab al-îmân, dan yang lainnya.

Makna Hadis

Sabda Rasul saw.: InnalLâh kataba al-ihsân ‘alâ kulli syay’in. Frasa kataba ‘alâ, menurut ulama ushul artinya mewajibkan. Namun, makna mewajibkan itu tidak bisa diterapkan. Sebab, kulli syay’in, yang menjadi sasaran kewajiban, meliputi segala sesuatu, termasukghayr mukallaf yang tidak bisa dibebani taklif. Karena itu, menurut mayoritas ulama, kata‘alâ dalam frasa tersebut bermakna (dalam). Jadi maknanya adalah kataba fî. Hal itu seperti jawaban Rasul saw. ketika ditanya tentang amal yang paling disukai: ash-shalâtu ‘alâ waqtihâ maknanya ash-shalâtu fî waqtihâ (shalat pada waktunya). Menurut sebagian ulama, kata ‘alâ itu selain bermakna juga bermakna li (untuk). Karena itu, frasa kataba ‘alâ tersebut bermakna menetapkannya sebagai bagian dari syariah, yakni mensyariatkannya atau memerintahkannya. Hanya saja, karena diungkapkan dengankataba ‘alâ maka perintah itu bersifat mu’akkad (ditekankan). Ath-Thayibi seperti dikutip oleh al-Mubarakfuri dalam Tuhfah al-Akhwadzi menjelaskan makna kata kataba di sini: “yaitu mewajibkan, secara mubâlaghah (melebih-lebihkan), sebab ihsan di sini adalahmustahab (sunnah) dan cakupan ihsan itu adalah makna tafadhdhul(kelebihan/keutamaan)”.

Penggunaan kata ‘alâ dengan makna atau li dan bukan menggunakan kata ilâ itu menunjukkan bahwa ihsan yang diperintahkan itu tidak spesifik untuk makhluk tertentu saja, tetapi umum untuk semua makhluk dan dalam segala hal. Dengan begitu ihsan itu diperintahkan dalam hal ibadah, dalam hubungan kita dengan diri kita sendiri dan hubungan kita dengan manusia lainnya; juga mencakup perlakuan kita kepada makhluk lainnya baik hewan, tumbuhan atau alam secara keseluruhan.

Kata al-ihsân dalam hadis ini bermakna umum sehingga mencakup semua bentuk dan jenis ihsan. Ihsan dalam hal ini bukan hanya ihsan secara syar’i yang telah didefinisikan oleh Rasul saw. dalam riwayat Ibn Umar ra.:

« اْلإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »

Ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Dia dan jika engkau tidak melihat Dia maka sesungguhnya Dia melihat engkau (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sebab, ihsan itu diperintahkan dalam segala sesuatu, sementara ihsan dalam hadis Ibn Umar itu khusus dalam ibadah. Dengan demikian maksud ihsan dalam hadis ini adalah makna bahasanya.

Menurut al-Jurjani di dalam At-Ta’rifât, secara bahasa ihsan adalah bagian kebaikan yang seharusnya dilakukan. Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip bahwa Ali bin Abi Thalib kw. menafsirkan ihsan dengan tafadhdhul (keutamaan-kelebihan). Asy-Syaukani di dalamFath al-Qadîr ketika menafsirkan QS an-Nahl ayat 90, mengatakan: makna ihsan secara bahasa ini menunjukkan bahwa ihsan adalah tafadhdhul (kelebihan/keutamaan) dengan sesuatu yang tidak wajib seperti sedekah sunnah. Termasuk ihsan adalah perbuatan yang karena itu seorang hamba diberi pahala, berupa apa-apa yang tidak diwajibkan oleh Allah dalam ibadah maupun selain ibadah. Karena itu, menurut Burhanuddin al-Biqai dalam tafsirnya Nazhm ad-Durar, ihsan adalah perbuatan ketaatan menurut profil yang paling tinggi.

Jadi hadis ini adalah perintah Allah agar kita melakukan ketaatan dalam segala hal sesempurna mungkin, baik dari sisi kuantitas maupun tatacara, bukan hanya mencukupkan pada yang wajib saja.

Kemudian Rasul saw. memberikan contoh ihsan itu dalam perbuatan yang terlihat kejam, yaitu membunuh dan menyembelih: “fa ahsinû al-qitlata dan fa ahsinû ad-dzabha-dalam riwayat lain adz-dzibhata-“. Kata al-qitlata dan adz-dzibhata bermakna hay’ah al-qatl wa adz-dzabh-bentuk dan tatacara membunuh dan menyembelih. Jadi yang diperintahkan di sini adalah ihsan dalam hal bentuk dan tatacara membunuh atau menyembelih, yaitu memilih cara-dalam batas ketentuan syariah-yang paling mudah, paling cepat dan paling kecil penderitaannya; tanpa menyiksa, menyayat apalagi mencincang sebelum membunuhnya. Membunuh di sini bersifat umum mencakup qishash, hadd (misalnyahadd murtad), maupun membunuh hewan, misalnya membunuh ular atau binatang buas yang menyerang.

Rasul saw. pun lebih mendetilkan ihsan itu dalam hal menyembelih. Beliau menyuruh untuk menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelih. Dengan demikian, ihsan dalam menyembelih itu adalah menyembelih menggunakan pisau setajam mungkin lalu menggerakkan pisau dengan kuat sehingga secepatnya memutus kerongkongan (jalan makanan), tenggorokan (jalan nafas/udara) dan dua urat di sekitar keduanya. Adapun menyenangkan hewan yang disembelih itu dijelaskan dalam beberapa riwayat: memberi minum sebelum disembelih, tidak menyembelih di hadapan hewan lain, tidak menajamkan pisau di depan hewan yang akan disembelih, tidak membantingnya, tidak menginjaknya, tidak memukulnya, dsb; juga membiarkan hewan itu mati sempurna (diam) sebelum dikuliti, disayat dan dipotong-potong.

Dengan demikian, hadis ini memerintahkan kita melakukan ketaatan dengan kadar, ukuran, jumlah dan tatacara dari sisi fisik, emosi maupun ekspresi dalam bentuk yang paling baik dan sempurna. Allâhumma ij’alnâ min al-muhsinîn

.....................................

Syariat Islam Menghilangkan Money Politic

Praktik politik uang (money politic) berkembang dan marak dalam sistem politik oportunistis. Sistem politik yang jauh dari pondasi agama, alias sekuler. Sistem politik yang lahir dari cara pandang benefit (asas manfaat), di mana untung dan rugi merupakan satu-satunya standar dalam berpolitik. Untuk meraih benefit (keuntungan), segala cara pun dihalalkan, asal tujuan tercapai.

Dalam landscape politik seperti itu, para politikus tidak pernah berpikir bagaimana mengurus urusan umat. Karena itu, mereka tidak pernah hadir di tengah-tengah umat, ketika mereka dibutuhkan. Mereka pun jauh dari umat. Mereka baru mendekat, atau tepatnya mendekati umat, ketika mereka membutuhkan umat untuk kepentingan politik mereka. Karenanya, aceptabilitas (penerimaan) mereka di tengah-tengah umat pun rendah. Demikian juga elektabilitas (keterpilihan) mereka.

Namun, alih-alih mereka memerhatikan dan mengurus kepentingan umat dengan tulus, yang dengan begitu aceptabilitas dan elektabilitas mereka bisa naik, justru mereka lebih memilih jalan pintas. Pada saat seperti itu, mereka pun menyogok umat dan siapapun yang bisa disogok dengan uang najis para politikus oportunistis itu. Umat yang hidup dalam kultur politik yang korup dan kesulitan ekonomi pun tidak jarang yang akhirnya ikut menikmati uang najis itu. Karenanya, terjadilah patgulipat, alias simbiosis mutualisme.

Landscape dan kultur politik seperti inilah yang berkembang dalam sistem politik kapitalis. Selama pondasi, standar dan cara pandang politiknya masih dibangun berdasarkan sekularisme dan asas manfaat, selama itu pula landscape dan kultur politik seperti ini akan terus hidup dan tumbuh subur. Untuk menghentikan praktik politik seperti ini, yang dibutuhkan bukan hanya sekadar reformasi, tetapi perubahan mendasar. Akidah sekuralisme, yang menjadi pondasi politik oportunistis harus dibuang, diganti dengan Islam. Demikian pula, standar dan cara pandang benefit, harus dibuang jauh-jauh, diganti dengan halal-haram. Praktik menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan juga harus dihilangkan, diganti dengan keterikatan pada hukum syariah. Inilah perubahan mendasar yang dibutuhkan dan harus dilakukan.

Pertanyaannya kemudian, apa jaminannya jika Islam diterapkan, landscape dan kultur politik yang korup, termasuk politik uang (money politic) bisa dihilangkan? Jawabannya, pertama, jaminan itu ada pada akidah Islam yang menjadi pondasi kehidupan, termasuk sistem politik. Akidah Islam menjadikan setiap pemeluknya mempunyai ketakwaan kepada Allah dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga muncul self control (control pribadi) di dalam diri mereka. Dengan ketakwaan yang sama, masyarakat juga memilikisocial control, sehingga kewajiban amar makruf dan nahi munkar bisa berjalan dengan baik dan efektif di tengah-tengah masyarakat. Dengan akidah Islam pula, tidak ada satu pun hukum yang dijalankan oleh negara, kecuali hukum Islam. Negara pun tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum terhadap seluruh rakyat. Karena itu, dengan ketiga faktor ini, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang konsisten menegakkan hukum Islam, maka satu-satunya kultur yang tumbuh dan berkembang adalah kultur yang baik dan sehat.
Ketika Abu Hurairah diutus oleh Nabi SAW selaku kepala negara untuk mengambil jizyahdan kharaj dari warga Yahudi, mereka pun berusaha menyuap utusan Nabi tersebut dengan mengumpulkan perhiasan istri-istri dan anak-anak mereka. Mereka mengatakan, “Kami telah mengumpulkan perhiasan ini dari istri-istri dan anak-anak perempuan kami untuk Anda, agar Anda bisa mengurangi jumlah pungutan yang Anda ambil dari kami.” Dengan tegas, Abu Hurairah pun menolak, seraya berkata, “Celakah kalian wahai bangsa Yahudi. Karena tindakan kalian, Allah telah melaknat kalian melalui lisan Nabi Dawud.” Ketika mendengar jawaban Abu Hurairah itu, mereka menyatakan, “Andai saja para pejabat negara seperti Anda, niscaya langit dan bumi ini akan tetap tegak selamanya.” Abu Hurairah bisa seperti itu karena ketakwaan pribadinya, sehingga self control-nya begitu kuat, dan tidak mempan disuap.

Ketika Khalifah Mu’awiyah melaknat Imam ‘Ali di mimbar-mimbar masjid, Asma’ binti Abu Bakar, mendatanginya dan menasihatinya agar tidak melakukan tindakan tidak etis itu. Bukan hanya Asma’, jamaah pun meninggalkannya agar tidak mendengarkannya melaknat ‘Ali (al-Ya’qubi, Tarikh al-Ya’qubi, 155). Ketika Khalifah Ja’far bin al-Manshur berangkat haji dari Baghdad ke tanah suci dengan menyertakan rombongan, maka seorang ulama berdiri menasihatinya seraya mempertanyakan dana yang digunakan sang khalifah untuk memberangkatkan mereka. Ulama itu adalah Sufyan as-Tsauri (Ibn Qutaibah ad-Dainuri, al-Imamah wa as-Siyasah, Juz II/172). Seorang raja ulama sekelas Izzuddin bin Abdussalam, ketika melihat kesalahan penguasa dalam kebijakan politik mereka, tidak segan-segan untuk membeberkan dan mengoreksi kesalahan tersebut di mimbar-mimbar khutbah. Ketika ditanya oleh muridnya, apakah ia tidak khawatir dengan tindakannya? Dengan tegas ia menyatakan, “Ketika Allah telah aku hadirkan dalam diriku, maka penguasa itu di mataku, ibarat seekor kucing.” (Fauzi Sinnuqarth, Taqarrub Ila-Llah, hal. 161) Sekali lagi, ketakwaanlah yang membentuk social control dalam diri Asma’, Sufyan as-Tsauri dan Izzuddin Abdussalam.

Ini hanya sekelumit contoh, bahwa Islam merupakan jaminan tumbuh dan berkembangnya landscape dan kultur politik yang bersih di tengah-tengah masyarakat. Selain ketiga faktor di atas, Islam juga mempunyai mekanisme yang jelas sehingga praktik-praktik politik yang kotor dan korup itu bisa dibersihkan.

Islam, misalnya, dengan tegas mengharamkan praktik suap, penyuap (ar-rasyi), penerima suap (al-murtasyi) dan perantara/broker (ar-ra’is bainahuma). Bukan hanya suap yang diharamkan, tetapi hadiah yang diberikan kepada penguasa juga diharamkan. Selain mengharamkan praktik suap dan hadiah, Islam juga menutup celah tumbuh dan berkembangnya praktik kotor seperti ini. Karena umumnya praktik suap dan hadiah ini terkait dengan kepentingan (kemaslahatan) penyuap yang hendak dipenuhi, sementara aspek ini terkait dengan urusan administrasi dan birokrasi, maka Islam pun membangun administrasi dan birokrasinya dengan tiga prinsip dasar: (1) birokasi yang sederhana (basathah fi an-nidzam); (2) cepat proses dan penyelesaiannya (sur’ah fi injaz); (3) ditangani oleh orang cakap dan bertakwa (‘Abd al-Qadim Zallum, Nidzam al-Hukm fi al-Islam, hal. 211-213).

Selain ketiga ciri di atas, birokrasi dan administrasi negara juga tidak bersifat sentralistik, tetapi desentralistik. Di tiap kota kecil atau besar ada biro administrasi, yang memungkinkan penduduk setempat untuk menyelesaikan urusan administrasi cukup di tempatnya, tidak perlu harus merujuk ke pusat. Manajemennya pun berkembang mengikuti perkembangan sarana dan prasarana, atau teknologi mutakhir. Tidak hanya itu, biro-biro ini juga dikepalai oleh ahli di bidangnya, serta memiliki sifat amanah, ikhlas, bertakwa kepada Allah dan cakap (Muhammad Husain ‘Abdullah, Dirasat fi al-Fikr al-Islam, hal. 86).

Dengan sistem seperti itu, celah dan peluang terjadinya praktik suap dan korupsi bisa ditutup rapat-rapat. Jika seluruh celah dan peluang tersebut tidak ditutup, tetapi masih nekat melakukan korupsi, maka hukum akan ditegakkan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Islam pun menetapkan ta’zir, sebagai bentuk sanksi yang diberlakukan kepada mereka, di mana kadar dan beratnya akan ditetapkan oleh hakim.

Dengan semuanya itu, maka masyarakat pun bersih dari landscape dan kultur politik yang korup dan kotor, yang bukan saja membahayakan pelakunya, tetapi juga sendi-sendiri kehidupan masyarakat, bisa dibersihkan sebersih-bersihnya. Namun, semuanya itu hanya bisa diwujudkan dalam sebuah negara yang bernama Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Itulah negara yang diidam-idamkan oleh setiap orang Mukmin.Wallahu a’lam.

Pengetahuan Islam ::.

Menggugat Jalan Demokrasi !

Pergolakan Di Timur Tengah Menunjukkan Kegagalan Jalan Demokrasi Untuk Melakukan Perubahan yang Substansial

Klaim sebagian pihak yang menyatakan pergolakan di Timur Tengah merupakan kemenangan demokrasi, sangat patut dipertanyakan. Yang terjadi sebenarnya adalah hal yang natural. Pemerintah diktator yang bertindak represif dan gagal menyejahterakan rakyatnya, sekuat apa pun akan tumbang. Dalam kondisi seperti ini, yang penting bagi rakyat adalah turunnya penguasa diktator. Artinya, bisa jadi rakyat tidak begitu peduli apakah itu demokrasi atau tidak!

Sebaliknya, perubahan yang terjadi di Timur Tengah saat ini justru dilakukan bukan dengan jalan demokrasi, tapi gerakan rakyat di luar parlemen (ekstra parlemen). Selama ini, ada semacam racun pemikiran yang terus ditebarkan di tengah umat Islam, kalau ingin merubah harus masuk parlemen , harus bergabung dalam ritual demokrasi. Gejolak Timur Tengah secara nyata membantah pandangan ini.

Disamping tidak efektif untuk membuat perubahan yang substansial , ritual demokrasi ini mengandung banyak persoalan. Yang mendasar adalah adalah bahaya ideologis. Demokrasi dengan pilar utamanya kedaulatan rakyat (as siyadah lil sya’bi) , telah menjadikan sumber hukum adalah akal dan hawa nafsu manusia atas nama rakyat.

Hal ini sangat-sangat bertentangan dengan prinsip utama aqidah Islam berupa kedaulatan di tangan Allah SWT (as-siyadah lil syar’i). Karenanya, yang menentukan yang hak dan yang batil adalah syariat Islam yang sumber hukum utama Al Qur’an dan as Sunnah. Islam dengan tegas menyatakan hak membuat hukum ada di tangan Allah SWT :inil hukmu illa lillah(QS Yusuf : 40). Dalam tafsir al Baghawi dijelaskan al hukmu itu berupa peradilan, syariat , hukum (al qodhou), perintah (al amru) dan larangan (an nahyu).

Tidak berhukum pada hukum Allah SWT dengan tegas dinyatakan sebagai bentuk kekufuran. Firman Allah SWT : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS Al Maidah : 44).

Tidak mengherankan kalau partai-partai yang mengklaim Islam, saat bergabung dengan ritual sekuler ini mengalami distorsi ideologis. Bahkan cendrung menjadi pragmatis, karena hanya berpikir bagaimana meraih suara terbanyak dengan berbagai cara. Alih-alih merubah, kehadiran mereka justru menjadi legitimasi sistem kufur yang memperpanjang usia sistem yang rusak ini.

Demokrasi juga menjadi alat untuk memperkuat intervensi asing lewat tokoh dan parpol yang didukung Barat, menimbulkan suasana konflik masyarakat, internal parpol, antar parpol. Pemerintah dan elit politik yang terpilih juga tidak pernah fokus mengurus rakyat karena sibuk mengurus ‘perpanjangan kekuasaan.

Biaya politik yang besar juga telah menyedot uang rakyat, yang seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan mereka. Biaya demokrasi yang mahal itu menjadi pintu bagi politik transaksional yang menumbuh suburkan money politic, praktik kolusi, korupsi.

Sayangnya perubahan ekstra parlemen ini baru sebatas keinginan pergantian rezim. Tanpa visi perubahan bisa dibajak oleh berbagai kepentingan. Seperti kepentingan rezim lama yang berganti wajah menjadi pendukung rakyat dan terkesan reformis.

Termasuk rawan dibajak kepentingan asing. Perubahan terjebak pada menjadi alat revitalisasi dominasi negara besar dengan mengangkat rezim baru yang tetap dalam kontrol mereka. Amerika yang selama 30 tahun mendukung rezim Mubarak yang diktator, berubah arah seakan-akan menjadi pembela rakyat Mesir, untuk tetap mempertahankan kepentingannya.

Namun, gerakan people power - apalagi tanpa dukungan ahlul quwwah (kelompok militer)- bisa berujung berujung pada pertumpahan darah , kekacauan, perusakan hak milik umum, konflik horizontal hingga pembantaian sesama umat Islam. Kecendrungan ini terjadi di Libya. Dan jika rakyat tidak berhasil menumbangkan rezim, maka akan membuat penguasa tambah bengis dan paranoid

Karena itu seharusnya kita belajar dari perubahan yang dilakukan oleh Rosulullah SAW. Dengan dasar keimanan Rosulullah memiliki visi yang jelas, yaitu bagaimana agar Islam bisa diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu Rosulullah SAW melakukan dua hal penting berupa penyadaran masyarakat tentang Islam dan mencari dukungan (an nushroh) dari ahlul quwwah berupa pemimpin -pemimpin kabilah. Rosulullah SAW mengajak mereka masuk Islam dan meminta mereka memberikan dukungan kepada kekuasaan Islam.

Lewat upaya yang sungguhnya-sungguh akhirnya, masyarakat Madinah sadar, siap dan rela diatur oleh Islam. Sementara ahlul Quwwah (para pemimpin qabilah dari Aus dan Khazraj) dengan ikhlas dan tanpa syarat menyerahkan kekuasaan kepada Rosulullah SAW dengan mengangkatnya menjadi kepala negara. Inilah yang menjadi kunci kenapa perubahan yang dilakukan Rosulullah SAW meskipun bersifat inqilabiyah (mendasar dan menyeluruh), namun nyaris tanpa pertumpahan darah. Inilah yang harus kita tiru

.:: Artikel ::.

Islam Tidak Akan Tegak Tanpa Khilafah

Wahai kaum Muslim: Kita harus menjadikan tegaknya Khilafah sebagai persoalan utama (qadhiyah mashîriyah) kita. Di mana demi tegaknya Khilafah kita korbankan jiwa dan harta benda kita yang paling berharga sekalipun; kita akan menebusnya dengan darah dan nyawa; dan kita tidak akan pernah mengabaikan apalagi melupakannya meski hanya sedetik saja, selama kita masih hidup. Kita melakukan semua ini, sebagai bentuk ketaatan kita pada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bersabda: “Wahai paman. Demi Allah. Sekiranya mereka meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, niscaya aku tidak akan pernah meninggalkannya sampai Allah memenangkannya, atau aku binasa dalam mendakwahkannya.

Islam tidak akan tegak kecuali dengan Khilafah; dan juga Islam tidak akan pernah memimpin dunia kecuali dengan Khilafah.

Sehingga, demi membangun benteng yang kokoh, istana yang megah dan tiang-tiang penyanggah yang kuat, maka kami menyeru kalian, wahai orang-orang beriman.

Ingat! Hanya dengan tegaknya Khilafah, kita raih kemuliaan dan kebesaran, kedudukan dan kekuasaan; dan hanya dengan Khilafah, Tuhan kalian akan menolong dan memenangkan kalian. Kemudian, seluruh penduduk bumi akan mencintai kalian, dan para malaikat di langit akan ber-istighfâr (memintakan ampun) untuk kalian. Dengan demikian, kalian akan menjadi orang-orang yang sukses meraih kebahagiaan fi ad-dârain(dunia dan akhirat).

Ketahuilah, wahai hamba Allah. Semoga Allah merahmati kita semua: Sungguh ini merupakan perkara yang amat sangat serius, dan musibah yang besar. Sehingga dibutuhkan amal (usaha) dengan tenaga yang luar biasa, namun sangat besar pahalanya; sulit pelaksanaannya, namun sangat besar ganjarannya; serta membutuhkan pemahaman yang cermat, mahar yang mahal, kesabaran yang tak penah berakhir, dan strategi yang jenius. Apakah kalian di antara orang yang bersiap sedia berjuang menegakkannya?!

Khilafah adalah setetes air di atas tanah kering dan gersang, kemudian menghidupkannya hingga menjadi hamparan tanah hijau, yang menyenangkan bagi siapa saja yang melihatnya.

Khilafah merupakan obat mujarab untuk berbagai penyakit yang diderita kaum Muslim. Bahkan tidak hanya untuk kaum Muslim saja, namun untuk semua orang yang ada di bumi ini.

Allah SWT berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al-Anbiyâ’ [21] : 107).

-----------------------------------------

Apa Itu Khilafah?

  • Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah; dua kata ini mengandung pengertian yang sama dan banyak digunakan dalam hadits-hadits shahih.
  • Sistem pemerintahan Khilafah tidak sama dengan sistem manapun yang sekarang ada di Dunia Islam. Meskipun banyak pengamat dan sejarawan berupaya menginterpretasikan Khilafah menurut kerangka politik yang ada sekarang, tetap saja hal itu tidak berhasil, karena memang Khilafah adalah sistem politik yang khas.
  • Khalifah adalah kepala negara dalam sistem Khilafah. Dia bukanlah raja atau diktator, melainkan seorang pemimpin terpilih yang mendapat otoritas kepemimpinan dari kaum Muslim, yang secara ikhlas memberikannya berdasarkan kontrak politik yang khas, yaitu bai’at.Tanpa bai’at, seseorang tidak bisa menjadi kepala negara. Ini sangat berbeda dengan konsep raja atau dictator, yang menerapkan kekuasaan dengan cara paksa dan kekerasan. Contohnya bisa dilihat pada para raja dan diktator di Dunia Islam saat ini, yang menahan dan menyiksa kaum Muslim, serta menjarah kekayaan dan sumber daya milik umat.
  • Kontrak bai’at mengharuskan Khalifah untuk bertindak adil dan memerintah rakyatnya berdasarkan syariat Islam. Dia tidak memiliki kedaulatan dan tidak dapat melegislasi hukum dari pendapatnya sendiri yang sesuai dengan kepentingan pribadi dan keluarganya. Setiap undang-undang yang hendak dia tetapkan haruslah berasal dari sumber hukum Islam, yang digali dengan metodologi yang terperinci, yaitu ijtihad. Apabila Khalifah menetapkan aturan yang bertentangan dengan sumber hukum Islam, atau melakukan tindakan opresif terhadap rakyatnya, maka pengadilan tertinggi dan paling berkuasa dalam sistem Negara Khilafah, yaitu Mahkamah Mazhalim dapat memberikan impeachment kepada Khalifah dan menggantinya.
  • Sebagian kalangan menyamakan Khalifah dengan Paus, seolah-olah Khalifah adalah Pemimpin Spiritual kaum Muslim yang sempurna dan ditunjuk oleh Tuhan. Ini tidak tepat, karena Khalifah bukanlah pendeta. Jabatan yang diembannya merupakan jabatan eksekutif dalam pemerintahan Islam. Dia tidak sempurna dan tetap berpotensi melakukan kesalahan. Itu sebabnya dalam sistem Islam banyak sarana check and balance untuk memastikan agar Khalifah dan jajaran pemerintahannya tetap akuntabel.
  • Khalifah tidak ditunjuk oleh Allah, tetapi dipilih oleh kaum Muslim, dan memperoleh kekuasaannya melalui akad bai’at.Sistem Khilafah bukanlah sistem teokrasi. Konstitusinya tidak terbatas pada masalah religi dan moral sehingga mengabaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, kebijakan luar negeri dan peradilan. Kemajuan ekonomi, penghapusan kemiskinan, dan peningkatan standar hidup masyarakat adalah tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan oleh Khilafah. Ini sangat berbeda dengan sistem teokrasi kuno di zaman pertengahan Eropa dimana kaum miskin dipaksa bekerja dan hidup dalam kondisi memprihatinkan dengan imbalan berupa janji-janji surgawi. Secara histories, Khilafah terbukti sebagai negara yang kaya raya, sejahtera, dengan perekonomian yang makmur, standar hidup yang tinggi, dan menjadi pemimpin dunia dalam bidang industri serta riset ilmiah selama berabad-abad.
  • Khilafah bukanlah kerajaan yang mementingkan satu wilayah dengan mengorbankan wilayah lain. Nasionalisme dan rasisme tidak memiliki tempat dalam Islam, dan hal itu diharamkan. Seorang Khalifah bisa berasal dari kalangan mana saja, ras apapun, warna kulit apapun, dan dari mazhab manapun, yang penting dia adalah Muslim.Khilafah memang memiliki karakter ekspansionis, tapi Khilafah tidak melakukan penaklukkan wilayah baru untuk tujuan menjarah kekayaan dan sumber daya alam wilayah lain. Khilafah memperluas kekuasaannya sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya, yaitu menyebarkan risalah Islam.
  • Khilafah sama sekali berbeda dengan sistem Republik yang kini secara luas dipraktekkan di Dunia Islam. Sistem Republik didasarkan pada demokrasi, dimana kedaulatan berada pada tangan rakyat. Ini berarti, rakyat memiliki hak untuk membuat hukum dan konstitusi. Di dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syariat. Tidak ada satu orang pun dalam sistem Khilafah, bahkan termasuk Khalifahnya sendiri, yang boleh melegislasi hukum yang bersumber dari pikirannya sendiri.
  • Khilafah bukanlah negara totaliter. Khilafah tidak boleh memata-matai rakyatnya sendiri, baik itu yang Muslim maupun yang non Muslim. Setiap orang dalam Negara Khilafah berhak menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan-kebijakan negara tanpa harus merasa takut akan ditahan atau dipenjara. Penahanan dan penyiksaan tanpa melalui proses peradilan adalah hal yang terlarang.
  • Khilafah tidak boleh menindas kaum minoritas. Orang-orang non Muslim dilindungi oleh negara dan tidak dipaksa meninggalkan keyakinannya untuk kemudian memeluk agama Islam. Rumah, nyawa, dan harta mereka, tetap mendapat perlindungan dari negara dan tidak seorangpun boleh melanggar aturan ini. Imam Qarafi, seorang ulama salaf merangkum tanggung jawab Khalifah terhadap kaum dzimmi:“Adalah kewajiban seluruh kaum Muslim terhadap orang-orang dzimmi untuk melindungi mereka yang lemah, memenuhi kebutuhan mereka yang miskin, memberi makan yang lapar, memberikan pakaian, menegur mereka dengan santun, dan bahkan menoleransi kesalahan mereka bahkan jika itu berasal dari tetangganya, walaupun tangan kaum Muslim sebetulnya berada di atas (karena faktanya itu adalah Negara Islam). Kaum Muslim juga harus menasehati mereka dalam urusannya dan melindungi mereka dari ancaman siapa saja yang berupaya menyakiti mereka atau keluarganya, mencuri harta kekayaannya, atau melanggar hak-haknya.”
  • Dalam sistem Khilafah, wanita tidak berada pada posisi inferior atau menjadi warga kelas dua. Islam memberikan hak bagi wanita untuk memiliki kekayaan, hak pernikahan dan perceraian, sekaligus memegang jabatan di masyarakat. Islam menetapkan aturan berpakaian yang khas bagi wanita – yaitu khimar dan jilbab, dalam rangka membentuk masyarakat yang produktif serta bebas dari pola hubungan yang negatif dan merusak, seperti yang terjadi di Barat.
  • Menegakkan Khilafah dan menunjuk seorang Khalifah adalah kewajiban bagi setiap Muslim di seluruh dunia, lelaki dan perempuan. Melaksanakan kewajiban ini sama saja seperti menjalankan kewajiban lain yang telah Allah Swt perintahkan kepada kita, tanpa boleh merasa puas kepada diri sendiri. Khilafah adalah persoalan vital bagi kaum Muslim.
  • Khilafah yang akan datang akan melahirkan era baru yang penuh kedamaian, stabilitas dan kemakmuran bagi Dunia Islam,mengakhiri tahun-tahun penindasan oleh para tiran paling kejam yang pernah ada dalam sejarah. Masa-masa kolonialisme dan eksploitasi Dunia Islam pada akhirnya akan berakhir, dan Khilafah akan menggunakan seluruh sumber daya untuk melindungi kepentingan Islam dan kaum Muslim, sekaligus menjadi alternatif pilihan rakyat terhadap sistem Kapitalisme.



.:: Ustadz Menjawab ::.

Wajib di-klik ::.



.:: Asmaul Husna ::.





Koleksiku

Koleksiku

Salma & Akbar

Salma & Akbar



Salma Ghoziyah A.

Salma Ghoziyah A.

About

Akbar Muhammad A.

Akbar Muhammad A.

Search box

About Author

Footer